CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI HIPERSEKS MENNURUT HUKUM ISLAM (Studi Putusan Pengadilan Agama Batang No.740/Pdt.G/2010/PA.Btg)
Main Author: | Mubarok, Zaqi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2011
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://elc.stain-pekalongan.ac.id/1190/1/HALAMAN%20DEPAN.pdf http://elc.stain-pekalongan.ac.id/1190/2/BAB%20I-V.pdf http://elc.stain-pekalongan.ac.id/1190/ http://www.stain-pekalongan.ac.id/ |
Daftar Isi:
- Dalam hubungan seksual yang ingin selalu dirasakan oleh pihak laki-laki dalam masalah ini dapat menimbulkan keretakan dalam rumah tangga bahkan terjadi perpecahan (perceraian) yang diakibatkan suami yang hiperseks, bahkan tidak jarang terjadi seorang istri yang pulang kembali kerumah orang tuanya sendiri. Sejalan dengan tujuan perkawinan maka Undang-undang menganut prinsip atau asas atau mempersulit terjdinya perceraian, dan untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu, karena di dalam Agama Islam perceraian pada prinsipnya dilarang. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana cerai gugat akibat suami hiperseks menurut hukum Islam?, bagaimana pertimbangan hukum yang dipergunakan hakim dalam penyelesaian perkara perceraian dengan alasan gugat cerai akibat suami hiperseks di Pengadilan Agama Batang ?. Dengan tujuan untuk mengetahui cerai gugat akibat suami hiperseks menurut hukum Islam dan untuk mengetahui pertimbangan hukum yang dipergunakan hakim dalam penyelesaian perkara perceraian dengan alasan gugat cerai akibat suami hiperseks di Pengadilan Agama Batang. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan ( field research) dengan pendekatan kualitatif, lokasi di Pengadilan Agama Batang Jawa Tengah. Sumber data yang digunakan yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder, tehnik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan dokumentasi serta dianalisis dengan menggunakan content analisis (analisis isi). Hasil penelitian perceraian menyimpulkan bahwa alasan suami hiperseks tidak termasuk dalam alasan-alasan perceraian, sebagaimana halnya cerai karena fasakh, baik dalam fiqh maupun di dalam Undang-undang perkawinan dan KHI. Berdasarkan pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jis Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975dan pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Hakim memutus perkara tersebut bukan karena alasan hiperseks, melainkan rumah tangga suami istri sudah benar-benar pecah dan tidak dapat dipertahankan lagi atau tidak dapat diharapkan lagi untuk dapat hidup rukun. Sebagaimana tujuan perkawinan yaitu kehidupan, sakinah, mawadah, dan rohmah sebagaimana yang dikehendaki oleh pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jis pasal 3 Kompilasi Hukum Islam dan Al Qur’an surat ar Rum ayat 21 sehingga apabila perkawinan penggugat dan tergugat tetap dipertahankan sebagai suami istri, justu akan menimbulkan mudharat yang lebih besar bagi kedua belah pihak, terutama bagi sang istri maka boleh untuk bercerai.