POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL PRESPEKTIF MAŜLAĤAH

Main Author: Niesdha Asfieda Hafshah, NIM.: 18103070068
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2022
Subjects:
Online Access: https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51289/1/18103070068_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf
https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51289/2/18103070068_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf
https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51289/
Daftar Isi:
  • Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual adalah salah satu perwujudan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam mengatasi tingginya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia, pada tahun 2021 dalam CATAHU pengaduan komnas perempuan mengidentifikasi peningakatan signifikan 50% pada angka 338.496 kasus. RUU PKS adalah wujud dari peraturan yang sifatnya khusus mengatur dan membawahi segala bentuk kekerasan seksual (lex specialis propensionem sexualem identitatemque).Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana politik hukum RUU PKS dan bagaimana pembentukan RUU PKS dalam prespektif maŝlaĥah. Jenis penelitian ini merupakan penelitian pustaka atau (library reasearch) dengan sifat penelitian deskriptif analisis, pendekatan yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Bahan hukum primer yang digunakan yaitu naskah akademik dan dokumen Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sedangkan bahan hukum sekunder yang digunakan yaitu buku jurnal atau karya tulis ilmiah atau risalah sidang DPR RI dan lainya yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Teknik analisis penelitian menggunakan teknik analisis kualitatif dengan menggunakan teori politik hukum dan maŝlaĥah untuk menjawab masalah dalam penelitian . Hasil dari penelitian ini adalah, pertama, dari prespektif politik hukum atau legal policy pembentukan RUU PKS konfigurasi politik mempengaruhi produk hukum, konfigurasi poitik yang terbentuk bersifat demokratis dapat diindikasi dengan peran lembaga eksekutif yang relatif netral, tidak banyak mengintervensi sedangkan lembaga legislatif menciptakan interaksi terbuka dalam rapat dengar pendapat umum dengan menghadirkan berbagai pihak yang memiliki latar belakang kepentingan partai politik masing-masing hal ini, menjadi salah satu faktor lambatnya keputusan terhadap pengesahan RUU PKS, dengan sistematika penyelesian masalah one man one vote dari 9 fraksi hanya fraksi PKS yang menolak pengesahan RUU PKS sehingga hal ini berpeluang untuk segera disahkan dalam jangka waktu dekat, konfigurasi politik yang terjadi juga mengindikasi peran masyarakat dalam mengawasi proyek legislasi ini menjadi bukti bahwa rangkaian proses yang transparan dapat menjamin akuntabilitas dari embrio produk legislasi sehingga diharapkan akan RUU PKS tercipta sebagai produk hukum yang bersifat responsif atau polpulistik. Kedua, menurut perinsip-perinsip dasar maŝlaĥah dalam pembentukan RUU PKS di Indonesia terdapat perinsip kemaslahatan yang terpenuhi. Adapun perinsip maŝlaĥah yang terpenuhi yaitu prinsip berdasarkan kandungannya maka RUU PKS mencakup kemaslahatan umum yang menyangkut kepentingan orang banyak dengan tujuan perlindungan korban terhadap kekerasan seksual yaitu dalam pasal 1 ayat 1 RUU PKS, sedangkan berdasarkan prinsip tingkatannya tergolong kedalam tingkat primer atau darurat dampak kemudharatan akan lebih banyak timbul jika tidak segera disahkan,walaupun tidak diakui secara eksplisit oleh syara’ dan tidak pula ditolak dan dianggap batil oleh syara’, akan tetapi masih sejalan secara subtantif dengan kaidah hukum yang universal.