KONVERSI NAFKAH BATIN DENGAN MATERI DALAM KELUARGA POLIGAMI (SEBUAH TINJAUAN HUKUM ISLAM)
Main Author: | HIDAYAH HUSNUL KHOTIMAH, NIM. 0035 0120 |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2005
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://digilib.uin-suka.ac.id/31059/1/00350120_BAB%20I%2C%20BAB%20V%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf http://digilib.uin-suka.ac.id/31059/2/00350120_BAB%20II%2C%20BAB%20III%2C%20BAB%20IV.pdf http://digilib.uin-suka.ac.id/31059/ |
Daftar Isi:
- Untuk dapat melakukan poligami suami harus mampu berbuat adil disertai dengan alasan-alasan tertentu dan syarat-syarat tertentu sebagaimana telah ditentukan dalam al-Qur'an. Salah satu diantaranya adalah adil dalam pembagian nafkah, baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Apabila terdapat suami yang melakukan poligami karena kondisi sosial tertentu yang suami tersebut mempunym keinginan untuk mengganti nafkah batin (kebutuhan biologis dan kebutuhan psikologis) dengan materi yang berupa uang atau barang, bagaiamana konsekuensi tersebut menurut tinjauan hukum Islam. Untuk menganalisis permasalahan tersebut penyusun menggunakan pendekatan normatif. Sebagai sumber primernya adalah al-Qur'an dan al-Hadis. Sedangkan sumber sekundernya adalah kitab-kitab maupun buku-buku ilmiah yang mendukung permasalahan tersebut, diantaranya adalah kitab karya Wahbah az-Zuhaili yaitu kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu yang berkaitan dengan nafkah. Setelah data terkumpul penyusun menyusun data, menganalisis data, kemudian menginterpretasikan data tersebut kemudian diambil kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis dari penelitian ini penyusun menyimpulkan bahwa berdasarkan teori akad yaitu apabila ada kesepakatan antara suami isteri dalam konversi nafkah batin dengan materi dalam keluarga yang berpoligami, maka menurut hukum Islam boleh dilakukan jika terdapat kerelaan dari masing-masing pihak dan tidak ada unsur paksaan diantaranya. Di samping kerelaan, juga dibutuhkan rasa adil dari pihak isteri. Apabila isteri merasa adil dengan konsekuensi tersebut maka ketentuan tersebut boleh dilakukan. Namun apabila isteri tidak rela karena ada unsur paksaan diantaranya, maka konsekuensi tersebut tidak boleh dilakukan. Sehingga dapat dipastikan penggantian nafkah batin dengan materi, baik itu berupa uang atau barang harus dengan kesepakatan kedua pihak dan kerelaan dari pihak isteri. Pemenuhan nafkah batin dengan meteri itu tidak dapat mewujudkan tujuan perkawinan. Apabila nafkah batin dapat ditunaikan, maka tujuan perkawinan dapat terwujud yaitu keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Tujuan perkawinan akan senantiasa dapat terwujud apabila hak sekaligus kewajiban suami isteri trepenuhi. Itu yang diinginkan dalam Islam.