Gugatan perceraian karena suami miskin studi perbandingan pendapat Imam al-‘Imrānī dan Imam al-Maūṣilī

Main Author: Khikmah, Nurul
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/9680/1/LENGKAP.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/9680/
Daftar Isi:
  • Fenomena gugatan perceraian di Pengadilan Agama bukan semakin berkurang, namun semakin bertambah dan faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang sering kali dijadikan sebagai alasan untuk mengajukan gugatan perceraian. Berpijak dari latar belakang tersebut, dalam skripsi ini penulis tertarik membahas pendapat al-‘Imrānī dan al-Maūṣilī dalam masalah gugatan perceraian karena suami miskin. Tulisan ini membahas bagaimana pendapat al-‘Imrānī dan al-Maūṣilī tentang gugatan perceraian karena suami miskin? Mengetahui bagaimana metode istinbāṭ hukum yang digunakan oleh al-‘Imrānī dan al-Maūṣilī tentang gugatan perceraian karena suami miskin? Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Untuk memperoleh data-data yang dipaparkan dalam penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Kitab Al-Bayān fi al-Madzhab Imām al-Syafi’i karangan Imam al-‘Imrānī dan kitab Ikhtiyār Li al-Ta’lil al-Mukhtār al-Maūṣilī merupakan data sekunder. Namun kedua kitab tersebut dijadikan sebagai sumber data primer. Setelah data-data tersebut terkumpul, lalu disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, dan komparatif, yaitu mendeskripsikan dengan apaadanya pendapat al-‘Imrānī dalam kitab Al-Bayān fi al-Madzhab Imām al-Syafi’i dan pendapat al-Maūṣilī dalam kitab Ikhtiyār Li al-Ta’lil al-Mukhtār. Kemudian membandingkan antara kedua pendapat tersebut Sehingga pada akhirnya mendapat hasil yang diharapkan, untuk kemudian diambil suatu kesimpulan sebagai hasil akhir dari penelitian ini. Penelitian ini menympulkan : pertama yaitu pendapat al-‘Imrānī adalah ketika seorang suami tidak mampu menafkahi istrinya al-‘Imrānī memberikan dua pilihan yaitu bersabar (mempertahankan hubungan pernikahannya) atau mengajukan gugatan perceraian. Kemudian menurut al-Maūṣilī ketika suami tidak dapat menafkahi istrinya seorang istri dan suami tidak dapat dipisahkan namun istri diperintahkan untuk mencari hutang. Kedua, metode istinbāṭ yang digunakan antara al-‘Imrānī dan al-Maūṣilī berbeda, al-‘Imrānī menggunakan dasar dalil tentang perceraian sedangkan al-Maūṣilī menggunakan dasar yang berkaitan dengan kewajiban menafkahi seorang istri dalam bentuk sandang, pangan, dan papan sesuai dengan batas kemampuan yang dimiliki suaminya.