Al-Maşlahah al-Mursalah dalam Pandangan al-Gazalī dan Implementasinya
Main Author: | Mushofihin, Mushofihin |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2011
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/86/1/Mushofihin_Tesis_Sinopsis.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/86/ |
Daftar Isi:
- Pemikiran al-Gazalī cukup berpengaruh terhadap ulama-ulama ushul fiqh sesudahnya. Pengaruh yang paling kentara adalah keharusan adanya keterkaitan antara al-maşlahah al-mursalah dengan nash, yaitu dengan menganalisis illat pada hukum dalil (al-aşl) dan hukum cabang (al-far‘u). Pemikiran al-Gazalī mengenai keharusan keterkaitan al-mashalih al- mursalah dengan nash berakar dari pandangan lmâm Syâfi’i tentang kesempurnaan al-Qur’an. Imâm Syâfi’i mendasarkan bahwa semua kebaikan tidak akan ditemukan kecuali dengan pertolongan Allah. Jika seseorang menemukan kebaikan tersebut maka ia menemukan seluruh hukum Allah yang ditetapkan dalam kitab-Nya, al-Qur’an baik berupa nash maupun istidlal. Oleh karena itu, menurutnya, tidak ada persoalan yang ditemui oleh seorang penganut agama Islam kecuali ia dapatkan dalam al-Qur’an suatu petunjuk untuk memecahkannya. Dengan kalimat yang berbeda al-Gazalī menegaskan, “Syari’at itu telah sempuma, dan wahyu tidak berakhir kecuali syari’at itu sudah sempurna”. Pemikiran al-Gazalī tentang al-maşlahah al-mursalah memang merupakan pengembangan dari konsep pemikiran gurunya, Imam al-Haramain al-Juwaini. Akan tetapi, al-Gazalī berhasil mensistematisasi dan mensimplifikasi lima kategori aspek hukum versi al-Juwaini menjadi dan melahirkan trilogi al-maşlahah al-mursalah (dharuriyyah, hajiyyah dan tahsiniyyah) yang terus menjadi salah satu basis perbincangan oleh pemikir-pemikir sesudahnya. Al-Gazalī dalam karyanya al-Mustaşfa menuturkan, pembagian tingkatan al-maşlahah al-mursalah menjadi tiga: dharuriyah, hajiyyah, dan tahsiniyyah. Masing-masing ketiga tingkatan itu harus memiliki tiga yaitu: dharuriyyah, qath‘iyyah, dan kulliyyah. Namun demikian, ia tidak menerapkan al-mashalih al-mursalah pada ketiga tingkatan kecuali tingkat dharuriyyah saja. Penulis tesis menyimpulkan bahwa, terdapat tiga pandangan mengenai ketiga sifat yang dikemukakan al-Gazalī. Pertama, ulama yang berpendapat bahwa al-Gazalī mensyaratkan adanya kulliy di dalam al-maşlahah al-mursalah. Oleh karena itu, al-maşlahah al-mursalah yang tidak memenuhi syarat-syarat kulliy tidak bisa dijadikan hujjah. Kedua, ada yang berpendapat bahwa ketiga sifat tersebut bukan merupakan syarat untuk al-maşlahah al-mursalah, namun keberadaan ketiganya menjadikan hujjah yang kuat. Ketiga, adanya ketiga sifat itu hanya untuk melakukan takhsish nash-nash syara’. Contoh bentuk implementasinya haramnya “nabidz” dengan khamr yang memabukkan karena persamaan ‘illat; istişhab: gugurnya suatu kewajiban shalat disebabkan adanya keraguan; istihsan: penggunaan jasa tempat umum (kamar mandi) tanpa menentukan kadar air dan waktu yang digunakan; istişlah: dibolehkannya membunuh penyebar bid’ah.