Bentuk bumi dalam perspektif Al-Qur’an studi komparatif antara Tafsir Mafātīḥ al-Ghaib dan Tafsir al-Mannār
Main Author: | Abqori, Muhammad |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8223/1/134211080.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8223/ |
Daftar Isi:
- Teori tentang bumi datar telah diyakini oleh banyak budaya di seluruh dunia, termasuk budaya Mesir kuno, Babilonia, serta Cina masa lalu hingga beberapa ratus tahun terakhir. Perbedaan pendapat mengenai bentuk bumi juga terdapat dalam perkembangan keilmuan Islam, ada mufassir yang berpendapat bahwa bumi itu bulat dan ada pula yang berpendapat bumi itu datar. Di antara Mufassir yang berpendapat bahwa bumi itu bulat adalah Syaikh Ismāīl Haqqi al-Barwaswi dalam kitab tafsirnya Rūh al-Bayān. Beliau membantah pendapat yang menafikan kebulatan bumi berdasar atas Surat al-Ghāsyiah ayat ke-20. Beliau mengatakan; “Bumi itu bulat, karena besarnya bentuk bumi maka setiap bagiaannya akan terlihat seperti datar”. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Syaikh an-Naisaburi dalam Tafsirnya Gharāib al-Qur’ān wa Raghāib al-Furqān. Beliau menafsirkan Surat al-Ghosyiah ayat ke-20 itu dengan bantahan pendapat yang menafikan ke-bulatan bumi. Adapun ulama yang berpendapat bahwa bumi itu datar adalah Syaikh Jalāl ad-Dīn dalam tafsirnya Tafsir Jalālain ketika menafsirkan Surat al-Ghāsyiah ayat ke-20. Dari uraian di atas, penulis merasa perlu untuk mengkaji dan meneliti secara lebih mendalam dan serius, selain rasa penasaran penulis sendiri tentang kebenaran teori flat earth yang muncul belakangan ini dengan mengkomparasikan pada penafsiran Imam Fahrur Razi dalam kitabnya Tafsīr Mafātīh al-Ghaib dan Tafsīr al-Mannār karya Muhammad Abduh dan Rasyid Riḍa. Adapun metode analisis data yang akan penulis gunakan adalah metode analisis-komparatif, yaitu mencoba mendeskripsikan term-term bentuk bumi ( ّدم , اشارف, مهادا ساطا, دحاها , سطحت) menurut kedua tokoh tersebut, lalu dianalisis secara kritis, serta mencari sisi persamaan dan perbedaan, kelebihan dan kekurangan dari pemikiran kedua tokoh tersebut. Dari hasil penelitian tersebut penulis menemukan makna yang variatif dari setiap term nya. Kedua mufassir baik ar-Razi maupun Rasyid Riḍa dalam tafsirnya samasama menyatakan bentuk bumi itu bulat. Namun mereka berbeda dalam pendapat apakah bumi bergerak dan berputar atau tidak, bisa dikatakan bahwa dalam masalah ini ar-Razi menganut teori geosentris (teori yang menyatakan bumitidak bergerak dan menjadi pusat tata surya), sedangkanRasyid Riḍa mengikuti teori heliosentris (bumi bergerak dan berputar dan matahari menjadi pusat tata surya).