Hukum mahar dalam tajdidun nikah studi komparatif pendapat Imam Ibnu Hajar al-Haitami dan Imam Yusuf al-Ardabili

Main Author: Aji, Muhammad Miftah Karto
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8087/1/132111092.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8087/
Daftar Isi:
  • Tajdidun nikah atau pengulangan nikah merupakan fenomena yang sering terjadi sekarang ini, mengenai hukum tajdidun nikah terjadi perbedaan ada yang menganggap nikah yang pertama itu batal ada pula yang menganggap tidak batal karena nikah yang kedua hanya untuk memperindah dan menguatkan nikah pertama. Di kalangan ulama syafi’iyah juga terjadi ikhilaf, pendapat yang dikemukakan Ibnu Hajar al-Haitami dapat di pahami bahwa tajdidun nikah yang di hitung adalah akad pertama, karena akad kedua hanya sebagai tajammul (memperindah), ikhtiyat (kehati-hatian), berbeda dengan pendapat Imam Yusuf al-Ardabili yang mneyatakan tajdidun nikah dapat membatalkan nikah sebelumnya. Kedua pendapat kontra ini perlu telaah mendalam demi mendapat hukum yang sesuai dengan sosio, kultur masyarakat Indonesia. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan teknik dokumentasi. Setelah mendapatkan data yang diperlukan, maka data tersebut penulis analisis dengan metode analisis deskriptif-komparatif. Hasil analisis yang penulis temukan dalam penelitian ini yaitu: (1) Alasan imam Ibnu Hajar al-Haitami adalah nikah yang kedua hanya sebagai upaya memperindah (tajammul). atau Kehati-hatian (ikhtiyat), berbeda dengan pendapat yang dikemukakan imam Yusuf al-Ardabili menyatakan tajdidun nikah wajib memberikan mahar, karena tajdidun nikah merupakan pengakuan perceraian terhadap pernikahan yang pertama (2) karena tajdidun nikah tidak membatalkan nikah yang pertama maka Ibnu Hajar al-Haitami tidak mewajibkan mahar, namun Imam Yusuf al-Ardabili mewajibkan mahar, Wajibnya mahar disini karena makna dari tajdidun nikah sebagai ikrar habisnya tanggung jawab bagi suami (perceraian) maka ketika melakukan akad yang baru wajib bagi seorang suami memberi mahar, (3) relevansi dengan hukum Indonesia Penulis lebih sependapat dengan Imam Yusuf al-Ardabili yang pendapatnya bertujuan untuk menjaga ke-sakralan pernikahan dan menjaga hubungan rumah tangga yang kekal hingga kematian memisahkan salah satu pasangan. Karena dalam praktek tajdidun nikah mengkhawatirkan dijadikan sebagai mainan untuk melangsungkan akad baru.