Analisis izin poligami di Pengadilan Agama studi putusan hakim tentang izin poligami di PA Semarang tahun 2016
Main Author: | Walid, Muhammad Najmul |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8082/1/132111064.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8082/ |
Daftar Isi:
- Pada tahun 2016 Pengadilan Agama Semarang telah memutus tiga (3) perkara permohonan izin poligami dengan pemenuhan syarat-syarat poligami yang berbeda sebagaimana undang-undang tentukan, yaitu putusan nomor : 217/Pdt.G/2016/PA.Smg, putusan nomor : 0457/Pdt.G/2016/PA.Smg, dan putusan nomor : 1039/Pdt.G/2016/PA.Smg. Tentunya hal ini menjadi menarik untuk diteliti karena syarat-syarat poligami telah ditentukan di dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yang umumnya disebut syarat alternatif dan kumulatif. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana pertimbangan hukum yang digunakan hakim di PA Semarang tahun 2016 dalam mengimplementasikan syarat permohonan izin poligami ?. 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan permohonan izin poligami di PA Semarang Tahun 2016 ? Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum dan menggunakan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu putusan Pengadilan Agama Semarang, perundang-undangan, dan bahan hukum sekunder yaitu data-data kepustakaan atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Hasil penelitian ini adalah : 1) Penerapan terhadap syarat-syarat poligami di Pengadilan Agama Semarang tidak bersifat kaku. Hal ini tentunya dikarenakan terdapat latar belakang serta keadaan yang berbeda dengan apa yang telah undang-undang tetapkan. Apabila dalam suatu perkara tidak memenuhi syarat alternatif, hakim di dalam pertimbangannya, dapat menggunakan syarat kumulatif. Tidak dipenuhinya syarat alternatif, seharusnya berimbas dengan tidak akan ada izin yang diperoleh seseorang ketika mengajukan izin poligami. Hal inilah yang kemudian menjadikan hakim berijtihad keluar dari konteks undang-undang dengan melakukan penafsiran maupun contra legem sebagaimana telah ditentukan di dalam penjelasan pasal 1 UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan pasal 5 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawin. 2). Islam telah mengatur perihal poligami dengan syarat-syarat yang telah ditentukan seperti pemenuhan sikap adil dan mampu. Tentunya tidak setiap kasus poligami di PA Semarang dilatarbelakangi oleh alasan sebagaimana Islam telah gariskan, tetapi bermacam-macam. Hukum Islam tentunya tidak bersifat memberatkan tetapi bersifat memudahkan, hal inilah yang di dalam penerapan syarat poligami hakim mempertimbangkan juga dalam hukum Islam, selain berpaku terhadap pemenuhan hukum positif seperti UU No. 4 tahun 2004 Tentang kekuaasan Kehakiman maupun UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pemenuhan terhadap aspek maslahat dan menghilangkan aspek mafsadat turut melatar belakangi terhadap pertimbangan hukum yang di keluarkan oleh majelis hakim yang tentunya sejalan dengan hukum Islam yang bertujuan untuk meraih kemaslahatan, meringankan beban, serta kebahagiaan.