Tinjauan hifdzun an-nafs dalam penglepasan nafkah anak oleh ayah yang mampu bekerja: studi kasus keluarga Bapak Yanto dan Ibu Ngadiyem di Desa Kangkung Mranggen Demak

Main Author: Malahati, Masnilam Intan
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8077/1/132111023.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8077/
Daftar Isi:
  • Hifdzun an-Nafs yaitu memelihara jiwa. An-nafs dalam khasanah Islam memiliki banyak pengertian, an-nafs dapat berarti jiwa, nyawa dan lain-lain. Semua potensi yang terdapat pada nafs bersifat potensial tetapi dapat aktual jika manusia mengupayakan. Setiap komponen yang ada memiliki daya-daya laten yang dapat menggerakkan tingkah laku manusia. Aktualisasi an-nafs membentuk kepribadian, yang perkembangannya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Kasus tersebut menjelaskan bahwa seorang ayah yang mempunyai kewajiban untuk memelihara jiwa keturunannya dan ketika masih terjalin pernikahan maupun sudah bercerai pun tetap berkewajiban menafkahi anaknya. Tetapi terdapat kasus yang terjadi di Desa Kangkung Mranggen Demak khususnya di keluarga Bapak Yanto dan Ibu Ngadiyem yaitu, adanya seorang ayah yang mampu untuk bekerja tetapi tidak mau menafkahi anaknya. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah 1). Bagaimanakah penglepasan nafkah anak oleh ayah yang mampu bekerja di Desa Kangkung Mranggen Demak? 2). Bagaimanakah analisis hifdzun an-nafs terhadap pelepasan nafkah anak oleh ayah yang mampu bekerja di Desa Kangkung Mranggen Demak? Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yang non doktrinal. Data hukum yang digunakan adalah data hukum primer dariwawancara, dan data sekunder yang diperoleh dari buku-buku, literatur-literatur yang terkait dengan masalah ini, kemudian di analisis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini: 1) Bahwasannya ayah tidak memberikan nafkah kepada anak, disebabkan tidak memiliki tanggung jawab dan terbukti tidak mau bekerja bahkan malas mencari pekerjaan, padahal dari fisik dipandang sangat memungkinkan untuk melaksanakan pekerjaan. Kemudian disaat ayah bekerja hasil yang didapat pun tidak diberikan kepada mantan istri untuk anak-anaknya. Namun digunakan untuk kepentingannya sendiri dan bersenang-senang dan hal-hal lainnya yang tidak diharapkan di dalam agama. 2) Menurut kajian analisis hifdzun nafsterhadap tidak tanggung jawabnya ayah yang mampu bekerja untuk memberikan hadhanah kepada anak sama halnya ayah itu tidak bisa memelihara dan menjaga jiwa dari keturunannya sendiri. Mengingat ayah adalah orang yang diberikan tanggung jawab untuk kelangsungan hidup, pendidikan, dan perkembangan pemeliharaan anak dan ibu hanya bersifat membantu. Dan ditegasakan juga dalam peraturan (KHI) pada Pasal 106 ayat (1) dan (2) yang menjelaskan dan menegaskan bahwa kewajiban pemberi pengasuhan material dan materiil merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dan membebankan kepada orang tua yang berpisah, bahwa nak yang belum mumayyiz tetap dalam pembiayaan kehidupannya menjadi tanggung jawab ayahnya.