Wali nikah meminta izin kepada anak perawan studi komparatif pendapat Imam al-Mawardi dan Imam Ibnu Hazm

Main Author: Albab, Ulil
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8057/1/132111063.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8057/
Daftar Isi:
  • Imam Al-Mawardi dan Imam Ibnu Hazm berbeda pendapat mengenai izin wali menikahkan anak perawan. Menurut Imam Al-Mawardi wali berhak untuk menikahkan anak perempuannya yang masih kecil atau dewasa dengan tanpa persetujuan dari wanita tersebut. Sedangkan Imam Ibnu Hazm menyatakan bahwa seorang wali dapat menikahkan anak perempuannya yang masih kecil dengan tanpa persetujuan dari anak perempuan tersebut, tetapi jika sudah dewasa harus ada ijin. Sebagian masyarakat umum masih belum jelas dalam memahami konsep ijbar, sehingga konsep ijbar dipahami tindakan sewenang-sewenang dari seorang wali kepada wanita yang berada dibawah perwaliannya. Berpijak dari latar belakang tersebut, dalam skripsi ini penulis tertarik membahas pendapat Imam Al-Mawardi dan Imam Ibnu Hazm dalam masalah izin wali menikahkan anak perawan. Kemudian penulis juga akan membahas bagaimana relevansi izin wali menikahkan anak perawannya pada konteks sekarang khususnya di Indonesia. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan teknik dokumentasi. Setelah mendapatkan data yang diperlukan, maka data tersebut dianalisis dengan metode analisis komparatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa menurut pendapat Imam Al-Mawardi ayah boleh menikahkan anak perempuannya yang masih perawan, baik ia masih kecil, besar, berakal penuh ataupun kurang, tanpa seizin anak perempuan tersebut. Sedangkan menurut pendapat Imam Ibnu Hazm bagi ayah boleh menikahkan anak perempuannya yang belum baligh tanpa izinnya baik perawan maupun janda, akan tetapi ketika anak perawan dan janda sudah baligh maka bagi ayah atau wali selain ayah tidak boleh menikahkan mereka tanpa izinnya. Metode istinbat{ hukum yang digunakan Imam Al-Mawardi dalam masalah izin wali menikahkan anak perawan sama dengan metode istinbat{ yang digunakan Imam Ibnu Hazm yaitu Hadits riwayat Aisyah RA. Faktor yang mempengaruhi perbedaan metode istinbat{ Imam Al-Mawardi dan Imam Ibnu Hazm diantaranya adalah faktor dalam memahami hadits. Berdasarkan pengamatan terhadap Hukum Islam di Indonesia (KHI) tentang izin wali menikahkan anak perawan, dapat disimpulkan bahwa pendapat Imam Al-Mawardi yang lebih relevan dengan konteks Hukum Islam di Indonesia. Namun alangkah baiknya persetujuan dari wanita tetap diperhatikan.