Hukum nikah muḥallil studi perbandingan pendapat Imam Hanafi dan Imam Maliki serta relevansinya dalam KHI

Main Author: Huda, Moh. Wahyul
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8044/1/122111083.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8044/
Daftar Isi:
  • Persoalan hukum nikah muḥallil menjadi perdebatan para ulama, sebagian ada yang membolehkan dan sebagian lainnya melarang. Hal tersebut dipicu oleh adanya hadis yang menyatakan bahwa Nabi melaknat muḥallil (orang yang menghalalkan) dan muḥallil lah (orang yang dihalalkan), tetapi disisi lain terdapat ulama yang mengesahkan pernikahan muhallil. Selain adanya hadis tersebut, perbedaan dalam memaknai kata laknat menyebabkan pemahaman yang berbeda terhadap hadis riwayat Ibn Mas’ud ra tentang laknat muḥallil dan muḥallil lah. Imam Hanafi dan Imam Maliki termasuk dua ulama yang berada dalam pusaran perdebatan masalah ini. Oleh karena itu, penulis tertarik meneliti pendapat kedua imam tersebut, karena mereka sederajat dalam lingkup mujtahid. Tidak hanya memaparkan pendapat dari kedua Imam tersebut, namun penulis juga mencoba menggali metode istinbat atau istidlal yang digunakan oleh Imam Hanafi dan Imam Maliki atas pendapatnya tentang nikah muḥallil serta apa faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan metode istinbat tersebut. Kemudian penulis juga akan membahas bagaimana relevansi nikah muḥallil pada konteks sekarang khususnya dalam KHI. Penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mencari pendapat yang paling unggul serta mengetahui penyebab perbedaan diantara kedua imam tersebut, tentunya hanya sebatas sudut pandang dan kapasitas penulis. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan teknik dokumentasi. Setelah mendapatkan data yang diperlukan, maka data tersebut penulis analisis dengan metode analisis deskriptif-komparatif. Dari hasil penelitian Imam Hanafi berpendapat bahwa nikah muhallil hukumnya sah karena lebih memandang dampak negatif setelah terjadinya perceraian. Sedangkan menurut Imam Maliki menghukumi nikah muhallil adalah batal karena melihat dari dhahirnya hadis yang melaknat muhallil. pendapat Imam Maliki lebih unggul karena didukung oleh jumhur mazhab sedangkan Imam Hanafi hanya didukung kalangan mazhabnya sendiri dan sebagian dari mazhab Syafi’i. Metode istinbat yang digunakan kedua Imam tersebut berbeda, oleh karena itu menghasilkan interpretasi yang berbeda. Hal ini juga dikarenakan oleh faktor-faktor internal maupun eksternal yang menyebabkan perbedaan pendapat antara Imam Hanafi dan Imam Maliki tentang nikah muhallil.