Analisis kewenangan relatif Pengadilan Agama Semarang putusan No. 1565/Pdt.g/2014/PA.Smg tentang talak cerai

Main Author: Khasanudin, Khasanudin
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8041/1/102111025.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8041/
Daftar Isi:
  • Dalam putusan Pengadilan Agama Semarang no. 1565/pdt.g/2014/PA.smg bahwa tergugat mengajukan eksepsi yang berisi tentang Pengadilan Agama Semarang tidak berhak mengadili perkara tersebut karena termohonan (pihak istri) adalah warga Kabupaten Wonosobo. Maka seharusnya pemohon mengajukan perceraian di Pengadilan Agama Wonosobo, bukan di Pengadilan Agama Semarang karena tempat tinggal istri senyatanya di Kabupaten Wonosobo. Namun dalam putusan, hakim memutuskan berwenang dalam memeriksa dan mengadili perkara ini. Padahal dalam eksepsi termohon mengajukan bukti surat foto kopi keterangan domisili atas nama termohon dari desa Kaligowong Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo tanggal 10 oktober 2014 bermaterai cukup dan telah dicocokan dengan aslinya. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam menerima gugatan cerai talak yang bukan merupakan kewenangan relatif Pengadilan Agama Semarang. Hasil penulisan ini diharapkan mampu menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Agama dalam menerima gugatan yang bukan kewenangan relatif Pengadilan Agama. Skripsi ini merupakan penelitian normatif-empiris dengan menggunakan metode dokumentasi dan wawancara sebagai langkah dalam mengumpulkan data. Dengan tujuan untuk mengungkapkan masalah, keadaan, dan peristiwa sebagaimana adanya, sehingga bersifat faktual, kemudian dikaitkan dengan norma-norma hukum yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa majelis hakim dalam mengabulkan Putusan No. 1565/Pdt.G/2014/PA.Smg, di Pengadilan Agama Semarang, memutus perkara yang bukan menjadi kewenangan relatif Pengadilan Agama Semarang. Majelis Hakim secara normatif menolak eksepsi termohon tanpa melihat esensi dari pasal 66 Undang-undang no. 7 tahun 1989 dengan alasan agar beracara di Pengadilan berlangsung cepat dan berbiaya murah.