Metode penentuan awal akhir Ramadan menurut Tarekat Syattariyah di Desa Peuleukung Kecamatan Seunagan Timur Kabupaten Nagan Raya Aceh

Main Author: Pertiwi, Asih
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/7788/1/132611043.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/7788/
Daftar Isi:
  • Tarekat Syattariyah berada di desa Peuleukung kecamatan Seunagan Timur kabupaten Nagan raya Aceh. Tarekat ini menggunakan metode penentuan awal Ramadan yang kerap mendahului ketetapan pemerintah dalam berpuasa. Berangkat dari hal tersebut, maka penulis ingin menelusuri bagaimana metode dan faktor yang berpengaruh penentuan awal dan akhir Ramadan tarekat Syattariyah di desa Peuleukung kecamatan Seunagan Timur kabupaten Nagan raya Aceh. Penelitian ini menggunakan field reseach. Penulis melakukan pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi. Wawancara langsung kepada pengikut tarekat itu yang mengerti tentang metode awal dan akhir Ramadan adalah sebagai data primer pada penelitian ini dan data sekunder diperoleh dari hasil dokumentasi berupa kitab Tāj al-Mulūk yang mereka gunakan sebagai pedoman dalam penentuan awal Ramadan. Penelitian ini penulis analisis menggunakan analisis deskripstif dengan pendekatan kualitatif. Tarekat Syattariyah di desa Peuleukung kecamatan Seunagan Timur kabupaten Nagan raya Aceh menggunakan metode bilangan lima. Metode tersebut digolongkan ke dalam hisab ‘urfī karena perhitungan tersebut selalu konsisten terhadap perata-rataan bulan dalam setahun. Namun terdapat beberapa ketentuan tradisi yang dapat mengubah hasil dari metode bilangan lima tarekat Syattariyah Peuleukung tersebut, yaitu umur bulan Ramadan selalu berjumlah 30 hari sebagai ideologi untuk kesempurnaan ibadah. Selanjutnya adalah tidak diperbolehkannya memulai puasa pada hari Rabu, Jumat dan Ahad sehingga harus maju atau mundur 1 hari tergantung tahun itu berada pada tahun maju atau mundur. Konsep ini disebut Limoeng Troen Ek (lima tahun naik) dan Limoeng Thoen Treun (lima tahun turun) karena maju dan mundur 1 hari tersebut berulang setiap periode lima tahun. Terakhir adalah secara teknisi mereka melakukan musyawarah, bahwa penentuan 1 Ramadan diserahkan kepada majlis.