Tinjauan hukum Islam tentang biaya pemeliharaan barang gadai : studi kasus pelaksanaan akad rahn di KSPPS BMT Lumbung Artho Jepara
Main Author: | Widyaningsih, Iis Nur |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/7714/1/122311051.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/7714/ |
Daftar Isi:
- Rahn adalah menahan salah satu harta milik rȃhin (orang yang memberi gadai) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut akan dikenakan biaya pemeliharaan barang gadai (marhȗn) yakni biaya yang dibutuhkan untuk menjaga dan merawat marhȗn selama jangka waktu yang ditentukan pada akad rahn. Ulama fiqih sepakat bahwa segala biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan barang gadai menjadi tanggung jawab pemiliknya yaitu rȃhin. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn juga disebutkan biaya pemeliharaan barang gadai (marhȗn) menjadi kewajiban rȃhin. Namun, untuk besar biaya pemeliharaannya tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Adapun praktek yang terjadi di KSPPS BMT Lumbung Artho, untuk biaya pemeliharaan barang gadai (marhȗn) menjadi kewajiban rȃhin dan untuk besar biayanya KSPPS BMT mengenakan biaya pemeliharaan berdasarkan jumlah pinjaman yaitu per satu juta rupiah dikenakan biaya sebesar dua puluh ribu rupiah. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Biaya Pemeliharaan Barang Gadai (Studi Kasus Pelaksanaan Akad Rahn di KSPPS BMT Lumbung Artho Jepara”. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab bagaimana praktek pengenaan biaya pemeliharaan barang gadai dan bagaimana tinjauan hukum Islam tentang biaya pemeliharaan barang gadai di KSPPS BMT Lumbung Artho Jepara. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) karena sumber datanya berasal dari lapangan yaitu praktek biaya pemeliharaan barang gadai di KSPPS BMT. Adapun data lapangan ini diperoleh melalui dokumentasi berupa surat akad perjanjian pembiayaan rahn antara KSPPS BMT dengan anggota dan melalui wawancara dengan pihak KSPPS BMT dan anggota KSPPS BMT. Selanjutnya akan dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pelaksanaan rahn tentang biaya pemeliharaan barang gadai yang ada di KSPPS BMT sudah memenuhi rukun dan syaratsyarat rahn. Sedangkan biaya pemeliharaan barang gadai (marhȗn) belum sesuai karena dalam fatwa DSN biaya pemeliharaan barang gadai tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Adapun prakteknya biaya pemeliharaan barang gadai tersebut ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman yaitu per satu juta rupiah dikenakan biaya sebesar dua puluh ribu rupiah. Besar biaya pemeliharaan barang gadai seharusnya ditentukan dari besar kecilnya resiko dalam pemeliharaan barang gadai bukan dari jumlah pinjamannya.