Analisis pendapat Imam Syafi'i tentang tindak pidana pembunuhan yang disebabkan minum-minuman keras

Main Author: Dodi, Dodi
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/7686/1/112211057.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/7686/
Daftar Isi:
  • Di masyarakat ada beberapa peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku dalam kondisi mabuk yang disebabkan minum-minuman keras, kemudian pelaku dihukum. Masalahnya, apakah mabuknya menyebabkan hilangnya kesadaran diri, ataukah masih dalam kondisi sadar atau setengah sadar. Jika dalam kondisi tidak sadar, apakah harus dikenakan hukuman. Imam Syafi’ mempersamakan orang mabuk yang membunuh sama dengan orang yang berakal sehat, sedangkan dalam teori hukum pidana Islam bahwa mabuk merupakan salah satu yang dapat menghapuskan hukuman. Sebagai rumusan masalah adalah bagaimana pemikiran Imam Syafi’i terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan yang disebabkan minum-minuman keras? Bagaimana metode istinbath hukum Imam Syafi'i tentang tindak pidana pembunuhan yang disebabkan minum-minuman keras? Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif. Bahan hukum primer, yaitu karya-karya Imam al-Syafi'i. Bahan hukum sekunder seperti buku-buku. Teknik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi. Metode analisis data penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Temuan penelitian menunjukkan bahwa menurut Imam Syafi'i ada beberapa orang yang tidak bisa dikenakan qishash karena melakukan tindak pidana pembunuhan, yaitu a) laki-laki yang belum pernah mimpi bersebadan; b) perempuan yang belum pernah haidl atau belum berusia lima belas tahun; c) orang yang hilang akalnya, kecuali hilang akal itu karena mabuk. Hilang akal karena mabuk adalah sama dengan orang yang sehat, dan dapat dikenakan qishash. Imam Syafi'i menggunakan metode istinbat hukum berupa qiyas yaitu meng-qiyaskan: "orang berakal sehat membunuh tanpa alasan yang dibenarkan syara" sama dengan “orang yang kehilangan akal sehat dan sama dengan orang mabuk”. Dalam hal ini, keduanya sama dengan orang yang mabuk. Oleh karena itu, qishash dan hudud terhadap orang yang mabuk seperti qishash dan hudud terhadap orang yang normal akalnya. Jadi Imam Syafi'i meng-qiyaskan"orang yang membunuh tanpa mabuk, hukumannya sama dengan orang yang membunuh dalam keadaan mabuk. Orang berakal sehat yang membunuh tanpa alasan yang dibenarkan syara" sama dengan “orang yang kehilangan akal sehat dan sama dengan orang mabuk”.