Daftar Isi:
  • Makanan yang di produksi oleh industri rumah tangga dalam peraturan pemerintah wajib mendaftarkan sertifikat produksi pangan agar mendapatkan izin edar di pasaran, Sertifikat Produk Pangan dalam pasal 43 dalam Peraturan Pemerintah tentang Keamanan, Mutu dan Gizi pangan, melalui kaidah fiqhiyah dengan meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan. Kemaslahatan adalah keselamatan disini mencakup semua pihak, dan penolakan terhadap semua yang membawa kerusakan (mafsadat). Sedangkan dalam hukum Islam disebutkan bahwa makanan yang halal dan baik (bergizi) adalah makanan yang menurut ajaran Islam dibolehkan atau sesuatu yang dibolehkan oleh syari’at. Adapun rumusan masalahnya adalah : Bagaimana Prespektif hukum Islam terhadap Sertifikat Produk Pangan dalam Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi pangan? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap Sertifikat Produk Pangan dalam Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi pangan. Makanan dalam pasal 43 peraturan pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, Mutu dan Gizi pangan yang diproduksi oleh industri rumah tangga diwajibkan oleh pemerintah untuk didaftarkan sertifikat produksi ke dinas kesehatan/ Badan POM, karena untuk memberi keamanan, mutu dan gizi terhadap konsumen. Pandangan hukum Islam tentang jual beli makanan tanpa sertifikat produksi jual beli tersebut tidak diperbolehkan kerena didalam sadd dzariah dijelaskan salah satu dasar yang mempunyai signifikansi mana kala dihubungkan dengan kemungkinan bahwa dampak negatif dari ketidak bolehannya jual beli tersebut akan membawa kemafsadatan, hal tersebut dapat dilihat ketika seorang yang mau menjual barang produksinya yang belum mendapatkan izin edar akan mengalami kesulitan dalam memasarkan atau menjual. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kaidah جَلْبُ اْلْمَصَا لِحِ وَ دَ رْ ءُ اْلمَفَا ِسدِ meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan.