Pemahaman hadis tentang larangan menghatamkan al-Qur’an kurang dari tiga hari (analisis kata قَرَأَ dan فَقِهَ )
Daftar Isi:
- Al-Qur’an merupakan petunjuk hidup (hudan) bagi setiap manusia. Untuk mendapat petunjuk dari al-Qur’an, maka al-Qur’an harus dibaca. Aktivitas membaca al-Qur’an setiap individu berbeda-beda. Ada yang bisa menghatamkan al-Qur’an setiap bulan , tujuh hari , tiga hari, bahkan sehari semalam. Tapi petunjuk hidup (hudan) dari al-Qur’an tidak bisa didapat hanya sekedar dengan membacanya dengan cepat. Membaca al-Qur’an dibutuhkan etika z}ahir dan batin. Terdapat hadis yang secara tekstual membatasi seseorang dalam membaca al-Qur’an dalam tiga hari. Berawal dari pebedaan aktivitas seseorang dalam membaca al-Qur’an ini, maka penulis meneliti pemahaman hadis tentang membaca al-Qur’an kurang dari tiga hari ( Analisis Kata قَرَأَ dan فَقِهَ) dengan pendekatan ma’anil hadis, sehingga memperoleh makna universal, lokal, dan temporal. Penelitian ini sifatnya kualitatif menggunakan data kepustakaan, dikumpulkan dengan teknik tematik dan disajikan secara deskriptif analitis. Untuk memahami hadis, penelitian ini mengaplikasikan metode memahami hadis dengan menggunakan kaidah asba>b al-wuru>d untuk memahami hadis secara tekstual dan kontekstual, yaitu menggunakan kaidah keumuman lafal sebagai pedoman memahami teks dan kaidah kekhususan sebab. Dan menggunakan pendekatan bahasa untuk menganalisis kata قَرَأَ dan فَقِهَ. Sumber primer penelitian ini adalah al-Kutub al-Tis‘ah dan dibantu software al-Maktabah al-Sya>milah, CD ROM Mausu>‘ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis‘ah, dan Lidwa Pusaka. Sedangkan sumber sekunder antara lain: kitab-kitab Asba>b al-Wuru>d, kitab-kitab Syarh{ al-H{adis\, kitab-kitab Rijal al-H{adi>s\, kitab-kitab al-Jarh wa al-Ta’dil, kitab-kitab tarikh, dan kitab-kitab mu’jam (kamus-kamus Arab). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, pertama, hadis-hadis yang diteliti tersebut, baik secara sanad maupun matan dapat dipegang sebagai riwayat yang bersumber dari Nabi SAW, dan bernilai sahih. Kedua, ide dasar yang dapat dipahami adalah bahwa dianjurkan membaca al-Qur’an kurang dari tiga hari sehingga bisa mentadaburi makna-makna yang terkandung dalam al-Qur’an tanpa mengabaikan kewajiban menjaga ketepatan tajwid dengan baik dan benar. Berdasarkan pendekatan bahasa perintah membaca (qara’a) tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Dan yang dimaksud membaca disini adalah seluruh isi al-Qur’an atau menghatamkannya. Sedangkan kata faqih disini memiliki arti lebih dari mengerti, tetapi pemahaman yang mendalam terhadap persoalan-persoalan yang samar, tersembunyi lagi terperinci. Dan hadis ini jika menggunakan kaidah asba>b al-wuru>d dengan keumuman lafal sebagai pedoman, maka larangan untuk menghatamkan al-Qur’an kurang dari tiga hari ini berlaku untuk semua orang. Dan jika menggunakan kaidah kekhususan sabab sebagai pedoman, maka tuntunan hadis ini bersifat kontekstual dan tidak bisa dilepaskan dari tiga komponen penting, yaitu peristiwa, pelaku, dan waktu.