Daftar Isi:
  • Masalah wanita sampai saat ini masih sangat ramai dibicarakan. Isu tentang status wanita dalam Islam akan selalu menjadi wacana yang selalu mengundang pro dan kontra. Walaupun dalam segi hak-hak wanita telah dituangkan dalam al-Qur’an dan hadits, namun ternyata setelah Rasulullah wafat kondisi wanita Islam dianggap mengalami perubahan signifikan berkaitan dengan konsep kebebasan wanita seiring dengan perubahan interpretasi para ulama fiqh terhadap validitas sumber-sumber hak wanita dalam Islam. Berbagai pandangan dalam memahami hadits laranagan wanita bepergian tanpa mahram, menjadikan pengaplikasian yang berbeda-beda. Terlebih jika perbedaan tersebut terjadi pada tokoh masyarakat seperti kiai. Karena kiai merupakan agen perubahan sosial yang terbukti sangat efektif. Di samping sebagai pemilik pondok pesantren, kiai juga bertindak sebagai pembimbing santri dan masyarakat, pemimpin, filter budaya yang menyaring masuknya budaya asing dalam pesantren dan masyarakat, dan beragam peran strategis. Fatwa-fatwa kiai Kaliwungu juga sangat berpengaruh pada masyarakat dan para santri khususnya yang berjumlah ribuan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, maupun tindakan, dll. Sedangkan pendekatan dari penelitian ini adalah pendekatan sosio-historis adalah memahami hadits dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.Analisis data yang digunakan adalah deskripif kualitatif, artinya apabila data sudah tekumpul kemudian disusun dan melaporkan apa adanya, kemudian diambil kesimpulan yang logis. Kesimpulannya yaitu dalam memahami hadits larangan wanita bepergian dalam mahram, Kiai-kiai Pon-Pes Kaliwungu terdapat perbedaan pemahaman. Kecenderungan yang pertama, dengan memahami hadits secara tekstual, di mana kiai-kiai tersebut mengaplikasikan hadits tersebut sesuai bunyi hadits secara dlahir,yaitu mewajibkan adanya mahram ketika wanita pergi ini dengan alasan, pertama, wanita memiliki fisik yang lemah dibanding laki-laki, sehingga membutuhkan mahram laki-laki dalam setiap bepergiannya, kedua, agar tidak menimbulkan fitnah ketiga, agar dijauhkan dari kemaksiatan. Kecenderungan yang kedua yaitu memahami hadits secara kontekstual, yang mana lebih memberi kelonggaran kepada wanita yang ingin bepergian boleh tanpa disertai mahramnya. Namun terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut mereka. Adapun syarat-syarat tersebut yaitu, pertama, wanita tersebut dapat menjaga dirinya sendiri dengan baik, kedua, harus ada ijin dari mahram, ketiga, selama perjalanan sudah dipastikan keamanannya, keempat, bepergiannya bukan dalam hal maksiat. Kelima, tempat yang dituju dalam bepergian tersebut tidak akan menjadikan goyah akidahnya.