Pembagian waris secara perdamaian di Desa Tamanrejo Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal
Daftar Isi:
- Mawarits secara bahasa berasal dari kata mirats yang mempunyai arti warisan. Di dalam hukum Islam terdapat ilmu mawarits yang mengatur siapa saja yang berhak menerima harta waris, siapa yang tidak berhak menerima, dan berapa bagian-bagian yang berhak didapatkan, ilmu mawarits juga biasa disebut dengan istilah faraidh. Pembagian harta waris dewasa ini seringnya tidak menggunakan sistem faraid. Masyarakat lebih senang menggunakan pembagian waris alternatif yaitu dengan cara perdamaian/ musyawarah. Sesuai yang tercantum dalam KHI Pasal 183 yang berbunyi: “Para ahli waris dapat melakukan perdamaian setelah mengetahui bagiannya masing-masing.” Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana praktik pembagian waris secara perdamaian di Desa Tamanrejo Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal? Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap praktik pembagian waris secara perdamaian di Desa Tamanrejo Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal? Skripsi ini didasarkan pada penelitian lapangan (field research). Terdapat dua sumber data penelitian ini yaitu primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yang pnulis gunakan adalah wawancara dan dokumentasi. Dan teknik analisis data yang penulis gunakan adalah analisis kualitatif dengan metode deskriptif. Pendekatan tersebut dilakukan dengan memperoleh data yang benar-benar signifikan terhadap praktek pembagian harta waris secara perdamaian tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian waris secara perdamaian dalam hukum Islam boleh dilakukan karena pada dasarnya tidak bertentangan dengan syara’. Sebagaimana yang dipraktikkan masyarakat di Desa Tamanrejo Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal. Di mana para ahli waris sepakat untuk membagi harta waris dengan perbandingan bagian ahli waris laki-laki 1 : 1 dengan ahli waris perempuan. Hasil dari perdamaian, apa pun itu tidak bertentangan dengan hukum Islam selama musyawarah dilakukan dengan tanpa paksaan. Di mana seluruh ahli waris setuju dan saling rela untuk membagi harta waris tidak menggunakan sistem faraid. Ditambah lagi, praktik tersebut sudah menjadi ‘urf atau adat yang berlaku di kalangan masyarakat. Praktik tersebut sudah berlangsung lama, turun temurun, tidak bertentangan dengan nash, dan tidak mendapat penolakan dari masyarakat.