Analisis Pendapat Ibnu Qudamah tentang Penentuan Masa Tunggu sebelum Iddah bagi Istri yang Suaminya Mafqud
Daftar Isi:
- Suami yang mafqud yaitu seorang suami yang hilang dari keluarganya tanpa diketahui tempat tinggalnya dan kabar mengenai hidup atau matinya. Jika terjadi suami hilang (mafqud), maka terdapat perbedaan pendapat mengenai boleh atau tidaknya istri meminta fasakh nikah dan melaksanakan iddah untuk dapat menikah lagi dengan laki-laki lain. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i mengatakan bahwa orang yang hilang tersebut tetap dihukumi masih hidup dan bagi istrinya tidak halal kawin lagi sampai dia mendapatkan kabar kepastian kondisi suami, atau dengan menunggu lewat waktu yang lazimnya suami dinyatakan tidak mungkin masih hidup, yang dibatasi Abu Hanifah dengan waktu seratus dua puluh tahun, dan Syafi’i serta Ahmad memberikan batasan sembilan puluh tahun. Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni ‘ala syarh al Kabir, berpendapat bahwa istri diperbolehkan untuk menikah lagi setelah menunggu selama empat tahun dan beriddah selama empat bulan sepuluh hari. Berdasarkan pemaparan di atas, pokok masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana pendapat Ibnu Qudamah mengenai penentuan masa tunggu sebelum iddah bagi istri yang suaminya mafqud? Kemudian bagaimana metode istinbath yang digunakan Ibnu Qudamah tentang penentuan masa tunggu sebelum iddah bagi istri yang suaminya mafqud? Untuk menjawab permasalahan tersebut perlu dilakukan sebuah penelitian, sedangkan metode yang digunakan oleh penulis yaitu dengan library research dengan pendekatan kualitatif. Data primer yang digunakan adalah kitab al-Mughni ‘ala Syarh al- Kabir, sedangkan data sekunder adalah semua bahan informasi yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam skripsi ini. Data-data yang terkumpul disusun dan disistematisir dan selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif analisis. Berdasarkan hasil analisis, penulis menyimpulkan bahwa Ibnu Qudamah berpendapat apabila suami yang mafqud itu dimungkinkan tidak selamat atau telah meninggal dengan melihat situasi ketika suami tersebut menghilang, maka istri menunggu selama empat tahun dan beriddah selama empat bulan sepuluh hari. Akan tetapi jika jika hilangnya suami diperkirakan selamat atau masih hidup, maka istri orang yang hilang tersebut tidak halal kawin lagi sampai dia mendapatkan kabar kepastian kondisi suami, atau dengan menunggu lewat waktu yang lazimnya suami dinyatakan tidak mungkin masih hidup, yang dibatasi Ibnu Qudamah sembilan puluh tahun dari kelahiran suami. Ibnu Qudamah berhujjah menggunakan qaul sahabat, yaitu fatwa Umar bin Khattab dalam pengambilan istinbath hukumnya mengenai iddah istri yang suaminya mafqud karena fatwa ini juga dinilai lebih mengandung maslahah.