Tinjauan hukum Islam terhadap praktik sewa menyewa tanah milik negara di Kelurahan Slerok Kota Tegal
Main Author: | Nurchamami, Rizki |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/5809/1/122311099.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/5809/ |
Daftar Isi:
- Di lingkungan Kelurahan Slerok Kota Tegal terjadi salah satu kegiatan muamalah yaitu sewa menyewa. Dalam hal ini obyek sewa menyewa tersebut adalah bangunan di atas tanah milik negara. Pemanfaatan tanah tersebut didasarkan pada keinginan individual orang ataupun golongan tertentu yang tanpa izin dari pihak yang berwenang. Pemanfaatan tanah tersebut berupa bangunan permanen dan semi permanen yang oleh pihak penyewa digunakan sebagai warung. Kompensasi dari sewa menyewa warung tersebut untuk keuntungan perseorangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik sewa menyewa tanah milik negara di Kelurahan Slerok Kota Tegal, serta untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap praktik sewa menyewa tanah milik negara di Kelurahan Slerok Kota Tegal. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Adapun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Maksudnya dalah proses analisis yang akan didasarkan pada kaidah deskriptif. Sewa menyewa tanah milik negara yang terjadi di Kelurahan Slerok Kota Tegal sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 dalam Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah adalah Gubernur/Bupati/Walikota, barang milik negara tersebut termasuk pula tanah, oleh sebab itu sewa menyewa tanah milik negara tidak sah di laksanakan karena pihak yang menyewakan tidak memiliki kewenangan untuk menyewakan tanah tersebut. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 dalam Pasal 57 ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap orang yang akan melakukan kegiatan pada ruang sungai wajib memperoleh izin”. Kegiatan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah pelaksanaan konstruksi pada ruang sungai. Sedangkan perizinan tersebut diberikan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dengan rekomendasi dari Pengelola Sumber Daya Air pada wilayah sungai yang bersangkutan, sedangkan pihak yang menyewakan tidak mempunyai izin dari gubernur maupun walikota. Praktik sewa menyawa yang terjadi tidak sesuai dengan hukum Islam, karena dalam pelaksanaan akad al ijarah tanah milik negara tersebut terdapat salah satu rukun yang tidak terpenuhi, yaitu ujrah (upah) yang seharusnya diberikan kepada pihak yang berwenang atau pihak pengelola tanah milik negara. Upah sewa menyewa tanah milik negara tersebut diberikan kepada individual maupun golongan tertentu. Hak kepemilikan tanah milik Pemerintah Daerah Kota Tegal adalah hak dari Pemerintah Daerah Kota Tegal. Tanah irigasi yang menjadi obyek sewa menyewa tersebut adalah hak kekuasaan Pengelola Sumber Daya Air, sedangkan dalam praktiknya yang menjadi mu’jir bukan dari Pengelola Sumber Daya Air, melainkan individual maupun golongan tertentu. Selain itu, mu’jir juga tidak menyebutkan sifat dari obyek manfaat yang diperoleh musta’jir. Para pihak yang menjadi mu’jir tidak menjelaskan bahwa tanah yang mereka sewakan adalah tanah milik negara.