Analisis pelaksanaan pemberian nafkah mantan istri akibat cerai talak (studi kasus di Pengadilan Agama Semarang tahun 2015)
Main Author: | Zulaekah, Siti |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/5750/1/122111011.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/5750/ |
Daftar Isi:
- Perceraian adalah suatu perbuatan halal yang dibenci oleh Allah. Jika perceraian hanya dapat dilakukan oleh hakim di depan sidang Pengadilan Agama. Perceraian yang terjadi karena talak, maka sesuai dengan Pasal 41 huruf (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan atau menentukan suatu kewajiban kepada suami untuk mantan istrinya. Kewajiban tersebut berupa mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah. Mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah dapat dengan sendirinya dimiliki oleh mantan istri tanpa mengajukan gugatan rekonvensi karena hakim diberi kewenangan oleh undang-undang secara ex officio selama mantan istri tidak nusyuz dan qabla dukhul. Dalam hukum positif di Indonesia, pelaksanaan pemberian mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah dilaksanakan setelah suami membacakan ikrar talak. Dalam prakteknya, hakim di Pengadilan Agama Semarang Tahun 2015 memerintahkan suami untuk membayarkan nafkah sebelum ikrar talak, sehingga membuat penulis ingin mengkaji lebih jauh bagaimana dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Semarang dalam memerintahkan pemberian nafkah mantan istri akibat cerai talak dan bagaimana pelaksanaan pemberian nafkah mantan istri akibat cerai talak. Metode yang penulis gunakan (1) jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research), (2) sumber data yang digunakan adalah sumber data primer berupa hasil wawancara dengan hakim di Pengadilan Agama Semarang dan para istri sebagai termohon yang memiliki hak nafkah setelah perceraian, data sekunder, dan data tersier, (3) metode pengumpulan data dengan menggunakan wawancara dan dokumentasi, (4) metode analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil analisis dan penelitian penulis, adalah: pertama, hakim dalam memerintahkan suami untuk memberikan nafkah mantan istri sebelum ikrar talak tidak ada dasar pertimbangannya dalam undang-undang. Apa yang dilakukan oleh hakim hanyalah suatu kebijakan untuk menjamin hak-hak mantan istri yang telah ditalak suaminya. Hakim tidak hanya melihat undang-undang saja, tetapi hakim harus menemukan suatu hukum (rechtvinding) yang ada di masyarakat. Kedua, pelaksanaan pemberian nafkah mantan istri setelah suami membacakan ikrar talak kurang efektif dikarenakan banyak suami yang ingkar dalam melaksanakan amar putusan. Ketika suami sudah membacakan ikrar talak dan tidak melaksanakan amar putusan, maka hakim tidak bisa berbuat apa-apa. Suami yang tidak mau membayarkan nafkah, mantan istri dapat mengajukan permohonan eksekusi. Dalam prakteknya, sangat jarang istri yang mengajukan permohonan eksekusi karena nafkah yang didapat tidak sebanding dengan biaya eksekusi.