Analisis hukum pidana Islam terhadap Undang-Undang nomor 5 tahun 2010 tentang grasi

Main Author: Fadli, Muhammad Ulul
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2015
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/5526/1/102211025.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/5526/
Daftar Isi:
  • Pembahasan tentang grasi atau pemberian pengampunan terhadap terpidana mendapat perhatian yang serius oleh kalangan intelektual. Hal ini karena pemberian grasi selain menyangkut tentang hak, juga menyangkut harkat dan martabat manusia yang seharusnya dijunjung tinggi. Pemberian grasi juga dilatarbelakangi oleh faktor keadilan dan faktor kemanusiaan. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaiman hak permohonan grasi bagi terpidana dan hak-hak kemanusiaan tentang pemberian grasi bagi terpidana dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010. Hasil penulisan ini diharapkan akan dijadikan pertimbangan dalam memahami hak permohonan dan hak pemberian grasi bagi terpidana. Skripsi ini merupakan penelitian pustaka (library research). Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010, dan data sekunder berupa informasi pengetahuan, fakta dan data yang berkaitan dengan grasi. Untuk pengumpulan data penulis menggunakan teknik dokumentasi, sedangkan analisis datanya mengguankan deskriptif analisis. Penelitian ini menghasilkan dua temuan. Pertama, hukum Islam memandang bahwa pemberian grasi bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan serta sebagai apresiasi atas taubat yang telah dilakukan oleh terpidana dan sebagai pembalasan atas perbuatan yang telah dilakukan. Hukum pidana Islam juga memandang bahwa hak permohonan grasi bagi terpidana bisa diperoleh apabila terpidana mengakui kesalahannya dan memohon ampun atas kesalahannya, namun pidana yang dijatuhkan kepadanya dirasa terlalu berat. Alasan yang kedua adalah apabila seorang terpidana merasa dirinya benar-benar tidak bermasalah dan berniat mencari keadilan bagi dirinya. Kedua, dalam hal pemberian grasi, hukum pidana Islam menjelaskan bahwa pemberian grasi bisa dilakukan sebelum putusan hakim dijatuhkan. Namun dalam hukum positif pemberian grasi hanya bisa dilakukan sesudah adanya putusan hakim. Adapun hak-hak dalam pemberian grasi tersebut adalah pertama, bila seorang terpidana tiba-tiba menderita penyakit parah yang tidak dapat disembuhkan. Kedua, hakim yang sejatinya seorang manusia mungkin saja khilaf. Ketiga, apabila di dalam proses hukum yang ada terdapat ketidakadilan yang mencolok.