Analisis pendapat Ibnu Hazm tentang kebolehan nikah sebab radha’ah secara tidak langsung

Main Author: Riyanto, Edi
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2015
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/5521/1/102111017.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/5521/
Daftar Isi:
  • Permasalahan status hukum radha’ah yang dilakukan secara tidak langsung tidak dijelaskan dalam al Qur’an maupun hadits. Ayat al Qur’an tentang radha’ah hanya menjelaskan tentang orang-orang yang haram dinikahi karena radha’ah. Pemberian susu dengan dimasukkan lewat hidung dan mulut akan menyampaikan air susu tersebut ke bagian yang sama dengan menyusu yang dilakukan lewat payudara. Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali berpendapat bahwa menyusu dengan cara dimasukkan lewat hidung atau mulut keduanya mengharamkan seperti keharamannya radha’. Ibnu Hazm berpendapat lain, yaitu persusuan yang menjadikan mahram radha’ah yang dilakukan secara langsung. Sedangkan bayi yang diberi air susu dengan menggunakan bejana atau dituangkan ke dalam mulutnya lantas ditelannya, dimakan bersama roti atau di dalam suatu makanan atau menuangkan ke hidungnya atau di dalam telinganya atau menyuntikkan, maka yang demikian itu tidak dapat menjadikan mahram. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana pendapat Ibnu Hazm tentang kebolehan nikah sebab radha’ah secara tidak langsung? 2) Bagaimana istinbath hukum Ibnu Hazm tentang kebolehan nikah sebab radha’ah secara tidak langsung? Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research), di mana data-data yang dipakai adalah data kepustakaan. Data primer dalam penelitian ini adalah kitab al Muhalla karya Ibnu Hazm. Metode analisis yang digunakan penulis adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Ibnu Hazm membolehkan nikah sebab radha’ah secara tidak langsung, karena menurut Ibnu Hazm yang disebut radha’ah adalah antara mulut bayi dan tetek perempuan bertemu secara langsung. Apabila tidak secara langsung, seperti dicampur dengan makanan atau minuman, maka hal itu tidak menyebabkan hubungan nasab dan keharaman perkawinan. Oleh karena itu, tidak menyebabkan keharaman perkawinan. Ibnu Hazm menolak pengqiyasan radha’ah langsung dengan radha’ah tidak langsung. Alasan Ibnu Hazm untuk menolak qiyas dengan menyerupakan radha’ah bayi yang disusui oleh kambing dengan bayi yang disusui oleh seorang perempuan. Kenapa keduanya tidak menyebabkan radha’, padahal keduanya sama-sama menyusui. Istinbath hukum Ibnu Hazm tentang kebolehan nikah sebab radha’ah secara tidak langsung didasarkan pada QS. al Nisa’ 23 dan hadits tentang keharaman sebab radha’ sama dengan keharaman sebab nasab. Pemahaman yang muncul dari kedua dalil tersebut adalah bahwa yang dinamakan radha’ah adalah al mashshu, menghisap secara langsung dari payudara perempuan yang menyusui.