Penafsiran lafal al-Furqan dalam al-Qur'an studi komparasi Tafsīr al-Ṭabarī dan Tafsir al-Aisar

Main Author: Muhaiminan, Ahmad
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2015
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/4448/1/114211001.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/4448/
Daftar Isi:
  • Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun. Selain sebagai petunjuk bagi manusia al-Qur‟an juga merupakan suatu pembeda antara hak dan batil maka dari itu pembeda (al-furqān) dianggap sebagai nama lain al-Qur‟an. Al-Suyūṭī dalam kitabnya menyebutkan bahwa al-Qur‟an memiliki nama-nama lain sebanyak lima puluh lima nama. Jika al-Qur‟an dianggap sebagai nama lain al-Qur‟an maka di sini menimbulkan anggapan bahwa al-furqān merupakan sinonim dari al-Qur‟an. Salah satu pemikir Islam seperti Muhammad Syaḥrūr beranggapan bahwa sinonim di dalam al-Qur‟an tidak ada karena setiap kata dalam al-Qur‟an punya makna sendiri. Melihat perbedaan pendapat tersebut, penulis mengangkatnya ke dalam penelitian dengan mengkomparasikan penafsir dari masa klasik dan modern dengan judul PENAFSIRAN LAFAL AL-FURQĀN DALAM AL-QUR‟AN(Studi Komparasi Tafsir al-Ṭabarī dan Tafsir Aisar). Dari judul tersebut penulis ingin mengetahui makna dari al-furqān dalam al-Qur‟an serta kelebihan dan kekurangan penafsiran dari dua tokoh tasfir sebagai wakil dari masing-masing masa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan makna dari kedua tokoh ahli tafsir dengan harapan menemukan makna yang lebih sesuai untuk al-furqān. Menurut al-Ṭabarī al-furqān merupakan kumpulan dari kitab-kitab samawi seperti Taurat, Injil, dan al-Qur‟an. Konsistensi penafsiran al-Ṭabarī terhadap makna al-furqān sebagai sifat dari kitab samawi merupakan hasil penarjihannya terhadap riwayat-riwayat yang dianggapnya paling kuat. Namun, pada saat yang sama makna tersebut terkesan mandek tidak dapat berkembang apalagi kita berada pada zaman yang sudah modern. Kemudian muncul tokoh baru yaitu Abu Bakar Jabir al-Jazāirī sebagai wakil dari masa modern. Beliau mengatakan bahwa alfurqān merupakan lafal yang umum sehingga maknanya tidak hanya berputar pada poros kitab saja. Lafal al-furqān bisa bermakna hujjah, mukjizat dan akal cemerlang. Melihat kata pembeda maka akan lebih sesuai apabila akal dijadikan sebagai pembeda. Akal merupakan pembeda antara manusia dan hewan, ia juga merupakan alat untuk memahami kandungan kitab sehingga hikmah dan petunjuk dapat dijelaskan baik berkenaan dengan hak dan batil, baik dan buruk atau halal dan haram. Akal cemerlang merupakan akal yang sudah diterangi oleh cahaya Allah seperti hidayah yang akan membuat seseorang itu bijaksana dalam hidupnya dan akhirnya selamat dari bahaya dunia dan akhirat. Dapat diambil pengertian bahwa orang yang mendapatkan al-furqān adalah orang yang bertakwa.