Implementasi pasal 122 KHI tentang talak bid’i di Pengadilan Agama Semarang (studi di Pengadilan Agama Semarang)
Main Author: | Tiyono, Sulis |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/4270/1/09211070.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/4270/ |
Daftar Isi:
- Talak dalam keadaan haidh dan pada saat suci yang sudah digauli menurut hukum Islam (fiqh) disebut dengan istilah talak bid’i. Hukum dari talak tersebut dari mayoritas ulama tidak diperbolehkan. Meskipun demikian talak tetap terjadi. Hal ini sesuai dengan Pasal 122 KHI yang berbunyi, talak bid’i adalah talak yang dilarang yaitu talak yang dijatuhkan pada saat isteri haid atau isteri dalam keadaan suci tapi sudah pernah digauli. Banyaknya perkara yang masuk di Pengadilan Agama Semrang dan lamanya waktu yang dibutuhkan dalam satu kasus perceraian akan menimbulkan celah untuk hakim tidak menanyakan keadaan isteri, sedang haid atau tidak. Berdasarkan permasalahan di atas maka Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana Implementasi Pasal 122 KHI Tentang Talak Bid’i Di Pengadilan Agama Semarang? (2) Apa saja hambatan Implementasi Pasal 122 KHI Tentang Talak Bid’i Di Pengadilan Agama Semarang? Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field research) oleh karena itu, data-data diperoleh berdasarkan observasi dan interview. Adapun penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris yang bersifat deskriptif analitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pasal 122 KHI di Pengadilan Agama Semarang belum optimal, karena hanya dilakukan dalam perkara cerai talak, dan dalam perkara cerai gugat belum dilaksanakan. Terdapat beberapa hambatan dalam menerapkan pasal 122 KHI, yaitu terkait dengan masalah waktu dan masalah sumber daya manusianya (SDM) itu sendiri. Terkait dengan maslah waktu diantaranya adalah ketidakhadiran isteri atau kuasa hukumnya dalam sidang ikrar talak, banyaknya perkara yang masuk dalam pengadilan, keinginan dari semua pihak yang menginginkan segera berpisah. Dari segi sumber daya manusianya sendiri adalah ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman para pihak tentang talak bid’i, dan kurangnya kesadaran hukum dari penegak hukum atau para hakim akan talak bid’i.