Transformasi paradigma dan implikasinya pada desain kurikulum sains: studi atas UIN Syarif Hidayatullah, UIN Sunan Kalijaga, dan UIN Maliki
Main Authors: | Fanani, Muhyar, Sholihan, Sholihan, Karnadi, Karnadi |
---|---|
Format: | Monograph NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
LP2M IAIN Walisongo
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3954/1/Muhyar_dkk-Universitas_Islam.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3954/ |
Daftar Isi:
- Permasalahan utama riset ini adalah mengapa ketiga UIN itu mengharuskan diri untuk mengembangkan sains dan teknologi. Permasalahan tersebut kemudian dirinci menjadi 3 pertanyaan: (1). Apakah model integrasi yang dikembangkan oleh UIN Syarif Hidayatullah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan UIN Maulana Malik Ibrahim? (2). Bagaimanakah ketiga universitas itu menerapkan model integrasinya dalam struktur kurikulum sains baik di tingkat universitas, fakultas, maupun jurusan/program studi? (3). Khusus untuk Fakultas Saintek, bagaimanakah ketiga universitas itu mentranformasikan model integrasinya itu dalam struktur matakuliah, silabus, satuan acara perkuliahan, dan proses pembelajaran? Dalam menjawab permasalahan tersebut, riset ini menggunakan teori Mahzar yang dikenal sebagai teori 4 model integrasi yang kemudian dipertajam dengan teori Bilgrami dan Asyraf dengan menggunakan pendekatan komparatif. Tesis yang dikaji melalui penelitian ini dapat dibuktikan kebenarannya. Ketiga UIN mengusung paradigma yang berbeda dari universitas non-UIN yakni paradigma integrasi walaupun dalam implementasinya masing-masing memiliki model yang berbeda yang kemudian mempengaruhi desain kurikulumnya. Itulah yang menjadi reason de’tre berdirinya Fakultas Saintek di UIN. Perbedaan model integrasi yang dianut ternyata berpengaruh pada perbedaan struktur kurikulum ketiga lembaga tersebut. UIN Syarif Hidayatullah memberikan porsi antara 8-16 sks untuk mata kuliah ilmu-ilmu naqliyah dengan menghilangkan mata kuliah Quran, Hadits, dan Tauhid dari daftar mata kuliah wajib. Sementara UIN Sunan Kalijaga memberikan porsi + 17 sks dengan mencantumkan mata kuliah Qu’an, Hadis, dan Tauhid sebagai mata kuliah wajib ditambah dengan mata kuliah Islam, sains, dan teknologi sebagai konkretisasi paradigma integrasi. Sementara UIN Maliki memberikan 25 sks ilmu-ilmu naqliyah pada jurusan sains dan teknologi dengan mencantumkan mata kuliah Qur’an, Hadis, dan Tauhid sebagai mata kuliah wajib termasuk mata kuliah Tarbiyatul Ulul Albab sebagai konkretisasi paradigma integrasi. Dalam hal penyusunan kurikulum, UIN Sunan Kalijaga dan UIN Maliki relatif lebih beruntung bila dibanding dengan UIN Jakarta. Implementasi integrasi dalam desain kurikulum sains bisa berjalan by nurture, sementara UIN Jakarta terkesan berjalan by nature. Jaring laba-laba UIN Sunan Kalijaga dan pohon ilmu UIN Malang mampu memandu fakultas dalam mendesain kurikulumnya. Sementara UIN Syarif Hidayatullah tidak memiliki panduan serupa sehingga semua fakultas berjalan sendiri-sendiri. Riset ini memiliki dua saran yang ditujukan pada universitas Islam dan dua saran yang ditujukan pada pemerintah. Dua saran yang ditujukan pada universitas Islam adalah: (1). Universitas Islam sebaiknya mengusung paradigma yang integratif dalam pengembangan sains dan teknologinya melalui penguatan riset-riset, penyusunan buku ajar, dan program-program akademik maupun non akademiknya. (2). Dalam hal model integrasi yang dipilih sebaiknya model integralistik, mengingat model ini akan lebih prospektif dalam membentuk worldview peserta didik dalam mengkaji sains daan teknologi melalui desain kurikulum yang lebih implementatif. Sedangkan dua saran yang ditujukan pada pemerintah adalah: (1). Guna mengakhiri dualisme sistem pendidikan di Indonesia, pemerintah sebaiknya segera menyatukan sistem pendidikan di Indonesia dalam satu kesatuan sistem pendidikan nasional yang menerapkan filosofi integrasi ilmu pengetahuan dan nilai moral/agama sebagai sebuah konsekwensi dari sistem pendidikan yang berwawasan Pancasila khususnya sila pertama dan sekaligus membendung penanaman ilmu pengetahun sekuler pada generasi Indonesia. Pendidikan yang integratif merupakan jawaban bagi upaya pembentukan nation character building melalui pendidikan tinggi. (2). Sebagai langkah awal, pemerintah perlu segera meng-UIN-kan IAIN/STAIN di Indonesia secara bertahap dengan syarat UIN tersebut mampu mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dalam sains dan teknologi. Hal ini penting dilakukan, mengingat tantangan dan kebutuhan bangsa Indonesia setelah 68 tahun merdeka berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, maka perubahan IAIN/ UIN perlu segera dilakukan oleh pemerintah. Tantangan dan kebutuhan bangsa ini ke depan adalah tersedianya para tenaga terdidik yang berkarakter mulia. Sistem dualisme pendidikan dan sistem sekuler dalam pendidikan selama ini telah terbukti gagal menyediakan tenaga terdidik yang bermoral. Ini terbukti dengan banyaknya dari tenaga terdidik yang tuna moral atau bermoral rendah. UIN diyakini mampu mencetak tenaga semacam itu. Oleh karena itu, pemerintah perlu meng-UIN-kan IAIN dan STAIN di seluruh Indonesia.[]