Pembatalan perkawinan setelah kematian istri sebagai upaya penyelesaian sengketa waris (studi putusan Pengadilan Tinggi Agama Semarang nomor: 181/Pdt.G/2010/PTA.Smg.)
Daftar Isi:
- Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, di antara putusnya perkawinan dapat karena kematian salah satu pihak. Dengan meninggalnya salah satu pihak, dengan sendirinya perkawinan itu terputus. Selain itu, putusnya perkawinan dapat juga disebabkan karena adanya pembatalan perkawinan oleh pengadilan. Perkawinan dapat dibatalkan berarti sebelumnya telah terjadi perkawinan lalu dibatalkan karena tidak memenuhi syarat-syarat dan/atau rukun untuk melangsungkan perkawinan. Berangkat dari sinilah penulis meneliti sebuah putusan No. 181/Pdt.G/2010/PTA.Smg. Adapun yang menjadi perumusan masalah yaitu : Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap putusan hakim Pengadilan Tinggi Agama Semarang Nomor: 181 /Pdt.G /2010/PTA.Smg. tentang Pembatalan Perkawinan Setelah Kematian Istri Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Waris? Bagaimana kedudukan dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara Nomor: 181/Pdt.G/2010/PTA.Smg. tentang Pembatalan Perkawinan Setelah Kematian Istri Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Waris ? Metode yang digunakan (1) pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini ada dua, yaitu : Sumber data primer berupa Putusan Pengadilan Tinggi Agama Semarang No. 181/Pdt.G/2010/PTA.Smg dan sumber data sekunder yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam tentang pembatalan perkawinan, fikih munakahat, hukum acara perdata, dan buku-buku yang memiliki keterkaitan dengan kajian penelitian ini. Serta hasil wawancara dengan hakim di Pengadilan Tinggi Agama Semarang. Adapun tehnik pengumpulan datanya peneliti menggunakan tehnik dokumentasi yaitu dengan meneliti sejumlah kepustakaan (library research), dan wawancara dengan hakim PTA Semarang. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif normatif. Berdasarkan hasil analisis, penulis berkesimpulan bahwa mengenai putusan hakim Nomor 181/Pdt.G/2010/PTA.Smg. tentang perkawinan yang dibatalkan setelah meninggalnya istri sudah sejalan dengan hukum Islam karena dalam hukum Islam tidak menghendaki adanya kemadharatan dan melarang saling menimbulkan kemadharatan. Kemadharatan tersebut adalah terkait dengan akibat hukum dari sengketa waris yang di ahli-wariskan kepada suami ataukah saudara kandung almh. Ina Kusuma Dewi. Adapun dasar pertimbangan hukum yang dipakai oleh hakim dalam memutus perkara ini adalah pasal 26 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 disebutkan perkawinan dapat dimintakan pembatalan diantaranya adalah “Perkawinan yang dilangsungkan di muka Pegawai Pencatat Perkawinan yang tidak berwenang”adalah sudah sesuai dengan ketentuan hukum acara, dimana dalam memutus perkara undang-undang harus dapat diterapkan dengan peristiwa konkritnya.