Daftar Isi:
  • Di kalangan jumhur ulama (Imam Syafi’I, Imam Malik, Imam Hanbali) kecuali Imam Abu Hanifah menyatakan, bahwa muslim yang membunuh non-muslim tidak diqisas. Adapun Ibnu Hazm berpendapat bahwa apabila muslim membunuh orang dzimmi dengan sengaja atau lupa maka tidak ada sanksi . tidak ada diyat dan kafarat, akan tetapi ia di penjara. Sedangkan Mahmud Syaltut berpendapat bahwa qisas diwajibkan atas manusia dalam hal pembunuhan, dan tidak ada kaitannya antara keimanan dan kekafiran terbunuh. Masalahnya, apakah yang melatarbelakangi Ibnu Hazm dan Mahmud Syaltut berpendapat seperti itu. Karenanya yang menjadi masalah dari penulisan skripsi ini adalah bagaimana pendapat Ibnu Hazm tidak wajib qisas bagi muslim yang membunuh kafir dzimmi, bagaimana pendapat Mahmud Syaltut tentang wajibnya qisas bagi muslim yang membunuh kafir dzimmi, bagaimana metode istinbath hukum kedua tokoh tersebut tentang pemidanaan pelaku tindak pidana pembunuhan non-muslim. Adapun metode penulisan ini terdiri dari: pengumpulan data dengan menggunakan jenis penelitian studi kepustakaan (library reseach). Penulisan ini menggunakan metode deskriptif analisis, dan menggunakan analisis komparatif. Selain itu digunakan pula pendekatan hermeneutik dan sosio-historis. Hasilnya: menurut Ibnu Hazm hukuman qisas tidak dapat diterapkan dalam kasus pembunuhan ini, karena perbedaan keyakinan antara muslim sebagai pelaku dan orang dzimmi sebagai korban. Mereka tidak dapat dipersamakan karena secara ideologi orang dzimmi tetap kafir meskipun mendapatkan perlindungan dan jaminan keamanan dari pemerintah Islam. Sedangkan Mahmud Syaltut dalam menerapkan sanksi pembunuhan terhadap non- muslim tidak memandang dan sudut keyakinan, akan tetapi Mahmud Syaltut lebih mendahulukan asas keadilan dan persamaan, karena dalam pemberian sanksi terhadap pelanggaran merupakan obat bagi masyarakat yang menjadi perhatian hukum pidana modern. Menurut penulis Pendapat yang lebih besar manfaatnya adalah yang mengatakan bahwa qisas wajib bagi pelaku pembunuhan terhadap non-muslim. Karena jika dihubungkan dengan kaidah ushuliyah merupakan tindakan yang tepat untuk menjaga lima perkara yang bersifat dhoruri yaitu agama, jiwa, akal, harga diri dan harta benda, jika kelima hal tersebut terjaga maka hidup manusia akan bahagia dan tentram.