Studi analisis kebijakan Umar bin Khatab dalam penerapan hukuman cambuk bagi peminum minuman keras
Daftar Isi:
- Para ulama berbeda pendapat tentang penerapan hukuman cambuk bagi peminum minuman keras, madzhab syafi’i dan hanafi menyatakan bahwa hukuman bagi peminum minuman keras harus di cambuk sejumlah empat puluh kali. Berbeda dengan pendapat keduanya, menurut ulama maliki dan hambali peminum minuman keras dicambuk sebanyak delapan puluh kali. Perbedaan pendapat tersebut di dasarkan pada kebijakan Umar bin Khatab yang mula-mula menerapkan hukuman cambuk empat puluh kali sebagaimana pendahulunya (Rasulullah dan Abu Bakar) kemudian karena keadaan sosial yang berubah Umar menambah hukuman menjadi delapan puluh. Penambahan inilah yang sampai saat ini menjadi perdebatan para ulama, sehingga memerlukan penelitian tentang kebijakan Umar bin Khatab dalam penerapan hukuman cambuk bagi peminum minuman keras. Untuk menspesifikasikan permasalahan, terlebih dahulu kita harus mengetahui kebijakan Umar dalam penerapan hukuman cambuk bagi peminum minuman keras secara jelas. Kedua, mengetahui bagaimana formulasi ijtihad Umar bin Khatab dalam penerapan hukuman cambuk bagi peminum minuman keras. Ketiga, mengetahui latar belakang serta alasan Umar dalam penambahan hukuman cambuk bagi peminum minuman keras. Metodologi yang dipakai berupa metode komparatif pendapat para ulama dan analisis nash yang terkait dengan ketentuan hukuman cambuk. Dengan menggunakan pendekatan maslahah mursalah dalam melihat konteks permasalahan sosial yang terjadi pada masa tersebut. sehingga metodologi ini diharap dapat memberikan gambaran yang jelas tentang penerapan hukuman cambuk yang di tetapkan Umar dan mengambil istinbath hukumnya pada saat ini. Dari metode komparatif pendapat ulama dan nash dengan menggunakan pendekatan maslahah dapat ditemukan temuan: pertama, bahwa dalam had peminum minuman keras tidak ditemukan ketentuan yang baku pada zaman Rasul dan Abu Bakar sampai akhirnya ditetapkan Umar bin Khatab dengan melihat kemasalahatan umum dan ijma’ para sahabat. Sedangkan pada masa Rasul dan Abu Bakar ketentuan pasti dari hukuman cambuk hanya pada penerapam dera, tidak pada ketentuan cambuk dan hitungan yang pasti. Kedua, yang dimaksud kemaslahatan umum yaitu kemaslahatan untuk mengantisipasi masyarakat Arab yang mulai terjerumus kepada gemar meminum minuman keras dan meremehkan agama. Umar mencoba menetapkan hukuman cambuk sesuai pendapatnya karena tidak mendapatkan alasan yang pasti dalam ketentuan hadis Nabi yang baku. Ketiga, Dengan menggunakan pendekatan maslahah mursalah semakin memperjelas ketentuan hukum yang diterapkan Umar bagi peminum minuman keras yaitu delapan puluh kali cambukan setelah sebelumnya Umar menentukan sebanyak enam puluh kali dan empat puluh kali. Ketika kemaslahatan yang ditetapkannya belum maksimal, Umar memutuskan untuk berkumpul bersama para sahabat dan mengadakan ijma’ yang akhirnya menetapkan hukuman bagi peminum minuman keras sebanyak 80 kali cambukan, meskipun dalam kenyataanya ketetapan ijma’ tersebut masih dipertanyakan para ulama.