Tinjauan hukum Islam terhadap kontrak kerja buruh CTKI/TKI di PT. Karyatama Mitra Sejati PJTKI Semarang
Daftar Isi:
- Di negara berkembang, permasalahan buruh seringkali menjadi isu utama, hubungan antara pengusaha dan buruh selalu mengalami pasang surut dan berpotensi menimbulkan konflik. Memang tidak semua pengusaha melalui perusahaan yang mereka miliki, gagal total membina hubungan harmonis dengan para buruh, beberapa diantaranya berhasil membangun kerjasama dengan baik dan menjaga keberlangsungan kerja, sehingga hak dan kewajiban masing masing dilaksanakan secara seimbang. Upah dalam perburuhan merupakan hal sensitif yang acapkali memicu konflik, sebab itu dibutuhkan aturan-aturan yang jelas yang melindungi masing-masing pihak memperoleh hak-haknya. Islam sebagai agama yang mengatur segala bentuk interaksi ummat, telah menetapkan aturan-aturan yang jelas mengenai upah dan hal-hal yang berkaitan dengannya, sejatinya, bila aturan-aturan dalam hukum Islam ini diaplikasikan dalam hubungan antara pengusaha dan buruh, ada jaminan bahwa konflik dapat terantisipasi dan dampaknya bisa dicegah. Salah satu perusahaan yang menurut penulis membangun hubungan dengan para buruh TKI adalah PT. Karyatama Mitra Sejati yang berlokasi di Perum Graha Padma Blok BI NO. 46 – 47 Semarang Berangkat dari pengamatan sederhana tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian tentang sistem pengupahan buruh TKI pada perusahaan tersebut dalam perspektif hukum Islam, penelitian ini merupakan penelitian lapangan menggunakan pendekatan normatif dalam menganalisa data yang dikumpulkan dengan al Quran, hadis dan hasil ijtihad para ulama’ sebagai pijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kerjasama antara perusahaan dengan karyawan dapat dikelompokkan pada akad ijarah, sistem pengupahan pada perusahaan PJTKI PT. Karyatama Mitra Sejati belum berlaku sejalan dengan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengaturnya dalam hukum Islam, hal ini ditunjukkan oleh adanya didalam akad perjanjian kontrak kerja yang dilakukan para buruh TKI tersebut tidak sesuai dengan apa yang ada dalam pelaksanaan kontrak pekerjaan dalam pengupahan berupa unsur materi yang diperjanjikan upah dalam bekerja, maka Ijaraah yang dilakukan antara Pelaku akad, yaitu musta’jir (penyewa) dan mu’jir/mu’ajir (pemilik) adalah batal demi hukum Islam karena terdapat penyalahgunaan sesuatu yang disewakan dan terdapat aib/cacat pada sesuatu yang disewakan.