Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Pemberian Remisi bagi Terpidana Korupsi (Analisis Pasal 34 A Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan)

Main Author: Kholiq, Shafiul
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2013
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/283/1/072211014_Bab1.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/283/2/072211014_Bab2.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/283/3/072211014_Bab3.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/283/4/072211014_Bab4.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/283/5/072211014_Bab5.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/283/6/072211014_Bibliografi.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/283/
Daftar Isi:
  • Berkaitan dengan pengurangan atau potongan masa pidana (remisi) yang diberikan bagi terpidana korupsi, di Indonesia pernah diperdebatkan oleh banyak kalangan, menyusul Keputusan Presiden yang memberikan remisi kepada seorang koruptor yang dalam persidangan telah terbukti melakukan korupsi. Pada waktu itu tahun 2011 syarat dan tatacara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan masih mengacu pada PP No 28 Tahun 2006 tentang perubahan atas PP No 32 tahun 1999 tentang syarat dan tatacara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Sekarang PP tersebut sudah dirubah dengan PP No 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No 32 tahun 1999 tentang syarat dan tatacara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Patut dicatat, korupsi adalah kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) seperti halnya terorisme. Karena itu, perlu dibuat aturan yang mengatur bahwa sejumlah tindak pidana tidak pantas mendapatkan remisi, seperti korupsi kecuali ia benar-benar tidak mengulangi lagi perbuatannya dan telah memenuhi syarat-syarat yang sudah diatur dalam undang-undang tentang remisi. “Kejahatan itu (korupsi) merusak sendi-sendi masyarakat, dan dalam melakukan kejahatannya mereka pun tidak memiliki perasaan atas kepentingan masyarakat. Sehingga apabila mengatakan mereka atau salah satu dari mereka tidak melakukan korupsi, itu termasuk tidak percaya dengan hukum, dan apabila yang mengeluarkan adalah seorang pejabat maka masuk kategori melawan hukum.