Tinjauan hukum Islam terhadap praktek jaminan dalam akad pembiayaan mudharabah (studi kasus di KJKS Baituttamwil Tamzis cabang Banjarnegara)
Daftar Isi:
- Keberadaan jaminan dalam akad pembiayaan mudharabah menjadi problematika pembicaraan para ulama. Banyak diantaranya ulama yang melarang adanya jaminan dikarenakan akan terjadinya cacat dalam akad pembiayaan mudharabah. Adapun ulama yang melarang adanya jaminan dalam akad pembiayaan mudharabah adalah Ulama Syafi’i dan Ulama Maliki. Berbeda dengan pendapat ulama Hanafiyyah yang membolehkan adanya jaminan, dengan alasan agar shahibul maal dapat lebih memberikan kepercayaannya kepada mudharib dalam mengelola dana yang shahibul maal miliki. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana praktek jaminan dalam akad pembiayaan mudharabah di KJKS Baituttamwil TAMZIS Banjarnegara serta untuk mengetahui apakah praktek akad tersebut sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Praktek akad mudharabah di TAMZIS Banjarnegara 10 tahun terakhir ini, secara keseluruhan menggunakan jaminan. Terkecuali kepada nasabah yang telah sangat dipercaya, dengan menggajukan pembiayaan yang nominalnya dibawah Rp. 5.000.000,-. Adapun barang jaminan disimpan di safety box yang telah ada di setiap cabang. Apabila terdapat pembiayaan yang macet maka akan ditangani oleh pengurus. Sistem pelelangan jaminan dilakukan setelah adanya musyawarah antara TAMZIS dan anggota serta kejelasan anggota mengenai ketidaksanggupan melanjutkan akad. Sistem pelelangan diserahkan kepada KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara & Lelang) sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Setelah pelelangan, apabila hasil lelang tidak mencukupi untuk membayar kewajiban anggota maka anggota wajib melunasi kewajibannya sesuai dengan akad perjanjian pembiayaan yang telah disetujui diawal. Namun apabila terdapat kelebihan pada hasil pelelangan maka pihak TAMZIS wajib mengembalikan kepada anggota pembiayaan. Dengan adanya jaminan dalam pembiayaan mudharabah di TAMZIS, menurut hemat saya diperbolehkan. Hal tersebut dilakukan sebagai penjaga trust antara TAMZIS dengan anggota dan didasarkan pada metode ijtihad dengan tidak mengesampingkan dari hukum asalnya. Pada prinsipnya, metode yang digunakan oleh TAMZIS adalah untuk mengutamakan kemaslahatan dengan tujuan untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian dan menghindari tingkat resiko dari kemungkinan terjadinya perbuatan yang tidak diinginkan dari anggota.