Daftar Isi:
  • Islam mengajarkan bahwa harta kekayaan itu bukan merupakan tujuan hidup, tetapi sebagai wasilah yang saling memberi manfaat dan memenuhi kebutuhan. Salah satu manfaat tersebut adalah mengeluarkan zakat dari harta yang mencapai batas nisab yang sudah ditentukan. Begitu juga dengan zakat hasil bumi, Allah menciptakan berbagai tanaman yang dihasilkan oleh bumi dengan jenis dan manfaat yang berbeda-beda. Islam setelah zaman Rasulullah telah berkembang ke seluruh penjuru dunia yang memiliki bermacam-macam jenis hasil bumi, sehingga terjadi perbedaan pendapat ulama tentang jenis-jenis hasil bumi apa saja yang harus dizakati. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat dikenakan terhadap semua hasil bumi. Sedangkan nisab tidak disyaratkan oleh Imam Abu Hanifah, baik sedikit maupun banyak hasil bumi yang dipanen maka dikenai zakat sepersepuluh apabila diairi dengan air hujan, setengah sepersepuluh jika mengeluarkan biaya irigasi. Adapun tujuan penelitian (1) Untuk mengetahui pendapat Imam Abu Hanifah tentang zakat hasil bumi, (2) Untuk mengetahui istimbath hukum Imam Abu Hanifah tentang zakat hasil bumi, (3) Untuk mengetahui relevansi pendapat Imam Abu Hanifah tentang zakat hasil bumi pada masa sekarang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah library research (1) Pendekatan yang digunakan adalah historis dan filosofis, (2) Sumber data penelitian yang diproleh adalah sember data primer dan sekunder, (3) Analisis data yang digunakan adalah deskriptif dan conten analisis. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa semua hasil bumi wajib dikeluarkan zakatnya apabila di tanam oleh manusia dan bertujuan mengeksploitasi tanah, dan bernilai ekonomis. Sedangkan Imam Abu Hanifah tidak mensyaratkan nisab alasannya ialah keumuman dari sabda Nabi Saw. “Setiap sesuatu yang disirami dengan air hujan maka zakatnya adalah sepersepuluh”. Juga dalam hadits tersebut tidak terdapat hitungan haul atau waktu satu tahun dan demikian pula halnya dengan nisab. Dalam proses istimbath hukum Imam Abu Hanifah mengenai zakat hasil bumi, maka akan ditemui di situ bahwa menurut beliau keumuman nash itu mempunyai dalalah yang qath’i. Sehingga jika terdapat nash yang masih umum dengan tanpa adanya dalil yang memalingkan atau mentakhsis atau menerangkannya, maka nash tersebut yang dikehendaki keumumannya.