Daftar Isi:
  • Dari beberapa point yang mempengaruhi waktu shalat daerah satu dengan daerah lain, yang jarang diperhatikan adalah ketinggian tempat suatu daerah. Jadwal awal waktu shalat dalam software Athan, di dalamnya tidak menggunakan ketinggian tempat. Sementara program Prayer Times dan Shollu memberikan ruang untuk menginput data ketinggian tempat. Sedangkan jadwal awal waktu shalat dalam kalender Ponpes Lirboyo, menggunakan data rata-rata ketinggian tempat 100m dengan formulasi 0.0293 √ h. Slamet Hambali menggunakan formulasi0° 1’.76√ h, Muhyiddin Khazin cukup dengan ketentuan posisi tinggi matahari sebagai berikut: ho mahgrib: -1°, ho Isya’ : -18°, ho Subuh: -20° dan ho terbit: -1°, dan Abdur Rachim menyatakan formulasi √3,2 h. Textbook on Sperical Astronomy menggunakan rumus 0.98√h, sementara dalam buku Almanak Hisab Rukyah Departemen Agama dan Rinto Anugraha menggunakan formulasi 1.93√h. Dari perbedaan-perbedaan tersebut, membuat penulis tertarik untuk mengkaji urgensi ketinggian tempat dalam waktu shalat karena shalat merupakan ibadah wajib yang waktunya telah ditentukan sehingga tidak dapat dilakukan sembarang waktu.. Dari beberapa perbedaan formulasi tersebut juga, penulis ingin menelusuri formulasi dan penyajian jadwal waktu shalat yang ideal beserta toleransi waktu seperti penggunaan waktu ihtiyat yang diberikan apakah telah dapat mengatasi perbedaan waktu akibat pengaruh ketinggian tempat suatu wilayah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan datanya bersifat Library research (penelitian kepustakaan) dan wawancara pihak terkait. Sebagai sumber data primernya yaitu seluruh data yang diperoleh langsung dari buku-buku dan software-software karya para hali falak dan wawancara langsung dengan ahli falak, yaitu Reza Zakariya dan Yazid (Lirboyo), Slamet Hambali, serta Rinto Anugraha. Sedangkan data sekundernya adalah seluruh dokumen berupa buku, tulisan, makalah-makalah yang berkaitan dengan obyek penelitian. Data-data tersebut dinalisis dengan menggunakan analisis kritis, dengan menggunakan metode induktif komparatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa ketinggian tempat dinilai sangat urgensi dalam formulasi penentuan awal waktu shalat demi tingkat keakurasian waktu shalat. Sedangkan formulasi waktu shalat yang paling ideal adalah formulasi yang di dalamnya terdapat koreksi kerendahan ufuk dengan penggunaan data ketinggian tempat dan rumus ku sebagai berikut: - (ku + ref + sd) dengan dip/ku: 1,76 √h (meter) atau 0.98√h (feet). Penggunaan waktu ihtiyat untuk mengatasi pengaruh ketinggian tempat dalam penyajian jadwal waktu shalat yang ideal adalah cukup dengan menggunakan toleransi waktu yaitu pengambilan data rata-rata tinggi tempat dalam suatu wilayah, penggunaan daerah yang tinggi sebagai acuan untuk waktu yang berhubungan dengan terbenam matahari, dan menggunakan data daerah yang rendah sebagai acuan untuk waktu yang berhubungan dengan terbit matahari, serta penggunaan waktu ikhtiyat 2 menit dengan pembulatan detik. Konversi tempat karena perbedaan ketinggian tempat bisa diberlakukan secara lokal sekali di wilayah puncak bukit dengan ufuk yang lebih rendah dari kondisi normal dengan nilai ekstrim