ctrlnum 2073
fullrecord <?xml version="1.0"?> <dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><relation>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/</relation><title>Studi analisis awal waktu shalat shubuh (kajian atas relevansi nilai ketinggian matahari terhadap kemunculan &#xD; fajar shadiq)</title><creator>Khoirunnisak, Ayuk</creator><subject>297.265 Islam and natural science (Incl. Islamic Astronomy/Ilmu Falak)</subject><subject>297.38 Rites, prayer</subject><description>Penentuan awal waktu shalat merupakan hal urgen dan fundamental dalam pelaksanaan ibadah shalat. Walaupun begitu, sampai saat ini tidak begitu banyak perhatian terhadapnya jika dibandingkan dengan persoalan penentuan awal bulan Qamariyah yang setiap tahunnya selalu menjadi kontroversi di kalangan masyarakat. Dalam penetapan awal waktu shalat posisi matahari merupakan faktor utama yang harus diperhatikan, akibat yang ditimbulkan adalah setiap beda hari dan beda tempat maka waktu shalat juga akan berbeda pula. Perbedaan tersebut juga didapati dalam penetapan awal waktu shalat Shubuh, dalam hal ini ada beberapa pendapat mengenai ketinggian matahari yang digunakan, walaupun dalam aspek fiqh nya tidak ada ditemukan kontroversi. Ketinggian matahari merupakan salah satu unsur utama dalam perhitungannya, sehingga dalam hal ini harus ada kepastian. Beberapa kriteria ditawarkan oleh beberapa ahlinya, mulai dari -140 - -200. Pada intinya dalam perhitungan waktu shalat Shubuh, ketinggian matahari tersebut merupakan posisi dimana matahari tersebut berada. Lebih spesifik lagi, pada ketinggian tersebut cahaya matahari akan mulai tampak di ufuk bagian timur, hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam al-Qur&#x2019;an dan hadis yang kemudian disepakati oleh para ulama&#x2019;. Berangkat dari gambaran tersebut penulis mencoba menganalisis konsep fajar shadiq yang dipahami dalam perspektif fiqh dengan kriteria ketinggian matahari dalam perspektif astronomi.&#xD; Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat explanatory, karena penelitian ini tidak hanya mendiskripsikan fakta-fakta yang di lapangan, akan tetapi juga melakukan explorasi terkait dengan ketinggian matahari, yang selanjutnya digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel (nilai ketinggian matahari dengan kemunculan fajar shadiq). Data-data tersebut kemudian dianalisis dengan metode deskriptif analitis dan fenomenologi.&#xD; Waktu subuh dalam perspektif fiqh ditentukan ketika munculnya fajar shadiq yakni fajar yang berasal dari cahaya matahari yang dihamburkan oleh udara atau atmosfer. Selanjutnya dalam perspektif astronomi waktu Shubuh ditetapkan dengan ketinggian matahari yang dijadikan unsur utama dalam perhitungannya. Dari beberapa pengamatan baik yang dilakukan oleh penulis sendiri atau beberapa ahli falak yang berkompeten dalam hal ini menunjukan bahwa fajar shadiq muncul di ufuk timur pada saat matahari berada pada ketinggian -180 - -140. Dalam ilmu astronomi ketinggian dinamakan dengan fajar astronomi, yang memang selama ini disamakan dengan fajar shadiq. Ada beberapa yang menyebutkan bahwa pada ketinggian -200 fajar shadiq juga dimungkinkan muncul untuk wilayah Indonesia dengan alasan bahwasanya Indonesia berada pada garis khatulistiwa yang memiliki atmosfer yang lebih tebal sehingga bisa menghamburkan cahaya matahari lebih tinggi.&#xD; Kata kunci : Shalat, Shubuh, Fajar Shadiq, dan Ketinggian Matahari.</description><date>2011-06-08</date><type>Thesis:Thesis</type><type>PeerReview:NonPeerReviewed</type><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/1/72111059_Coverdll.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/2/72111059_Bab1.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/3/72111059_Bab2.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/4/72111059_Bab3.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/5/72111059_Bab4.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/6/72111059_Bab5.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/7/72111059_Bibliografi.pdf</identifier><identifier> Khoirunnisak, Ayuk (2011) Studi analisis awal waktu shalat shubuh (kajian atas relevansi nilai ketinggian matahari terhadap kemunculan fajar shadiq). Undergraduate (S1) thesis, IAIN Walisongo. </identifier><recordID>2073</recordID></dc>
language eng
format Thesis:Thesis
Thesis
PeerReview:NonPeerReviewed
PeerReview
Book:Book
Book
author Khoirunnisak, Ayuk
title Studi analisis awal waktu shalat shubuh (kajian atas relevansi nilai ketinggian matahari terhadap kemunculan fajar shadiq)
publishDate 2011
topic 297.265 Islam and natural science (Incl. Islamic Astronomy
Ilmu Falak)
297.38 Rites
prayer
url https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/1/72111059_Coverdll.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/2/72111059_Bab1.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/3/72111059_Bab2.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/4/72111059_Bab3.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/5/72111059_Bab4.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/6/72111059_Bab5.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/7/72111059_Bibliografi.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2073/
contents Penentuan awal waktu shalat merupakan hal urgen dan fundamental dalam pelaksanaan ibadah shalat. Walaupun begitu, sampai saat ini tidak begitu banyak perhatian terhadapnya jika dibandingkan dengan persoalan penentuan awal bulan Qamariyah yang setiap tahunnya selalu menjadi kontroversi di kalangan masyarakat. Dalam penetapan awal waktu shalat posisi matahari merupakan faktor utama yang harus diperhatikan, akibat yang ditimbulkan adalah setiap beda hari dan beda tempat maka waktu shalat juga akan berbeda pula. Perbedaan tersebut juga didapati dalam penetapan awal waktu shalat Shubuh, dalam hal ini ada beberapa pendapat mengenai ketinggian matahari yang digunakan, walaupun dalam aspek fiqh nya tidak ada ditemukan kontroversi. Ketinggian matahari merupakan salah satu unsur utama dalam perhitungannya, sehingga dalam hal ini harus ada kepastian. Beberapa kriteria ditawarkan oleh beberapa ahlinya, mulai dari -140 - -200. Pada intinya dalam perhitungan waktu shalat Shubuh, ketinggian matahari tersebut merupakan posisi dimana matahari tersebut berada. Lebih spesifik lagi, pada ketinggian tersebut cahaya matahari akan mulai tampak di ufuk bagian timur, hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadis yang kemudian disepakati oleh para ulama’. Berangkat dari gambaran tersebut penulis mencoba menganalisis konsep fajar shadiq yang dipahami dalam perspektif fiqh dengan kriteria ketinggian matahari dalam perspektif astronomi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat explanatory, karena penelitian ini tidak hanya mendiskripsikan fakta-fakta yang di lapangan, akan tetapi juga melakukan explorasi terkait dengan ketinggian matahari, yang selanjutnya digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel (nilai ketinggian matahari dengan kemunculan fajar shadiq). Data-data tersebut kemudian dianalisis dengan metode deskriptif analitis dan fenomenologi. Waktu subuh dalam perspektif fiqh ditentukan ketika munculnya fajar shadiq yakni fajar yang berasal dari cahaya matahari yang dihamburkan oleh udara atau atmosfer. Selanjutnya dalam perspektif astronomi waktu Shubuh ditetapkan dengan ketinggian matahari yang dijadikan unsur utama dalam perhitungannya. Dari beberapa pengamatan baik yang dilakukan oleh penulis sendiri atau beberapa ahli falak yang berkompeten dalam hal ini menunjukan bahwa fajar shadiq muncul di ufuk timur pada saat matahari berada pada ketinggian -180 - -140. Dalam ilmu astronomi ketinggian dinamakan dengan fajar astronomi, yang memang selama ini disamakan dengan fajar shadiq. Ada beberapa yang menyebutkan bahwa pada ketinggian -200 fajar shadiq juga dimungkinkan muncul untuk wilayah Indonesia dengan alasan bahwasanya Indonesia berada pada garis khatulistiwa yang memiliki atmosfer yang lebih tebal sehingga bisa menghamburkan cahaya matahari lebih tinggi. Kata kunci : Shalat, Shubuh, Fajar Shadiq, dan Ketinggian Matahari.
id IOS2754.2073
institution Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
affiliation ptki.onesearch.id
institution_id 53
institution_type library:university
library
library Perpustakaan UIN Walisongo Semarang
library_id 93
collection Walisongo Repository
repository_id 2754
subject_area Systems, Value, Scientific Principles/Sistem-sistem dalam Agama, Nilai-nilai dalam Agama,
Islam/Agama Islam
Philosophy and Theory of Social Science/Filsafat dan Teori Ilmu-ilmu Sosial
city SEMARANG
province JAWA TENGAH
repoId IOS2754
first_indexed 2016-11-12T03:47:47Z
last_indexed 2022-09-12T06:33:02Z
recordtype dc
_version_ 1765821477066637312
score 17.538404