Implementasi konsep illicit enrichment dalam pembangunan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia
Main Author: | Sari, Ike Maya |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2022
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/19402/1/Ike%20Maya%20Sari_1902056088_Lengkap%20Tugas%20Akhir%20-%20Ike%20Maya%20Sari.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/19402/ |
Daftar Isi:
- Konsep Illicit Enrichment (pengayaan terlarang) merupakan konsep yang diatur dalam Pasal 20 UNCAC 2003. Sejalan dengan konsekuensi logis bagi Indonesia sebagai salah satu negara pihak UNCAC, kasus-kasus korupsi di Indonesia yang banyak dimotori oleh pejabat publik yang memiliki peningkatan kekayaan secara tidak sah/ legal juga menjadi alasan perlunya memiliki instrumen hukum Illicit Enrichment. Realita tersebut terefleksikan dalam berbagai kasus yang dialami sejumlah penyelenggara negara, misalnya kasus korupsi yang menjerat Gayus Tambunan, yang saat itu merupakan PNS di Direktorat Jenderal Pajak Golongan IIIA yang notabene penghasilan tetapnya perbulan adalah Rp 12,1 juta. Namun, dari data LHKPN asetnya mencapai lebih dari Rp 3,3 Miliar saat menjabat. Merespon fenomena tersebut, maka Peneliti membahasnya secara komprehensif dalam penelitian yang berjudul “Implementasi Konsep Illicit Enrichment dalam Pembangunan Hukum Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.” Fokus permasalahan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui konsep Illicit Enrichment dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention against Corruption 2003 serta merumuskan strategi implementasi konsep Illicit Enrichment dalam pembangunan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia secara holistik. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan inventarisasi hukum dan pendekatan konseptual. Sumber data yang digunakan adalah data primer berupa hasil wawancara dengan Prof. Barda Nawawi Arief, S.H selaku ahli dalam bidang hukum pidana, serta data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum (primer, sekunder, tersier). Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara yang disajikan secara deskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia belum memiliki instrumen hukum yang holistik dalam mengkriminalisasi Illicit Enrichment berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2006. Hal tersebut terlihat dari belum adanya delik dan sanksi Illicit Enrichment, serta belum terakomodirnya mekanisme pembalikan beban pembuktian dan perampasan aset yang dapat menunjang kriminalisasi Illicit Enrichment. Oleh karenanya, dalam upaya pembangunan hukum, diperlukan pembaharuan terhadap Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk memiliki kerangka hukum Illicit Enrichment yang komprehensif dari segi hukum materil, hukum formil, dan aturan pelaksana.