ctrlnum 1845
fullrecord <?xml version="1.0"?> <dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><relation>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/</relation><title>Analisis putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perselisihan dan pertengkaran sebagai alasan perceraian (studi putusan Mahkamah Konstitusi nomor 38/PUU-IX/2011)</title><creator>Ubaidillah, David</creator><subject>297.577 Marriage and family life</subject><subject>346 Private law</subject><description>Secara konstitusional menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, maupun Pasal 1 Ayat (3) huruf b UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, menyebutkan secara tegas bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945. Satu hal yang penulis jumpai mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi kaitannya dengan peradilan agama adalah ketika Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang diajukan oleh Halimah Agustina seorang warga Menteng, khususnya mengenai ketentuan Pasal 39 ayat (2) huruf f Perkawinan yang dipandang merugikan hak konstitusional Pemohon seperti yang dijamin di dalam konstitusi terutama Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.&#xD; Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah: 1) Bagaimana putusan MK mengenai Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 2) Bagaimana analisis hukum islam mengenai putusan MK No. 38/PUU-IX/2011.&#xD; Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research), teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentatif. Sumber data primernya adalah putusan MK No. 38/PUU-IX/2011. Adapun metode pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan secara yuridis normatif dengan peraturan Perundang-undangan dan pertimbangan para hakim dalam memutuskan putusan tersebut. Jenis pendekatan ini adalah pendekatan hukum normatif yaitu pendekatan hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (dokumen) dan data sekunder. Dalam menganalisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis.&#xD; Atas usulan judicial review UU Perkawinan tersebut, Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor 38/PUU-IX/2011 menolak permohonan Halimah Agustina. Pada bagian pendirian Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa, Negara bukan hanya berwenang mengatur (bevoeg te regel), tetapi justru memiliki kewajiban untuk mengatur (verpelich te regel). Menurut Mahkamah dalil Pemohon tersebut tidak tepat dan tidak benar karena Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 tersebut merupakan ketentuan mengenai affirmative action dan tidak mengurangi kebebasan, namun peraturan tersebut bertujuan dalam rangka kepentingan nasional atau kepentingan masyarakat luas, yakni agar pelaksanaan hak konstitusional seseorang tidak mengganggu hak konstitusional orang lain. MK dalam memutus perkara sudah seharusnya dalam putusannya memberikan ruang gerak dan keadilan bagi suami-isteri yang dalam keadaannya tidak mungkin bisa disatukan lagi dalam satu ikatan perkawinan. Putusnya perkawinan dengan lembaga perceraian atau dengan putusan pengadilan dalam prespektif hukum substansinya adalah wujud dari peninjauan kembali terhadap persetujuan kedua belah pihak yang membentuk ikatan hukum yang disebut dengan perkawinan yang dimohonkan oleh salah satu pihak maupun kedua belah pihak kepada pengadilan. Dengan demikian maka sejatinya, putusan pengadilan yang menyatakan putusnya tali perkawinan merupakan wujud nyata dari prespektif hukumnya.</description><date>2013-12-02</date><type>Thesis:Thesis</type><type>PeerReview:NonPeerReviewed</type><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/1/092111026_Coverdll.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/2/092111026_Bab1.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/3/092111026_Bab2.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/4/092111026_Bab3.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/5/092111026_Bab4.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/6/092111026_Bab5.pdf</identifier><type>Book:Book</type><language>eng</language><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/7/092111026_Bibliografi.pdf</identifier><identifier> Ubaidillah, David (2013) Analisis putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perselisihan dan pertengkaran sebagai alasan perceraian (studi putusan Mahkamah Konstitusi nomor 38/PUU-IX/2011). Undergraduate (S1) thesis, IAIN Walisongo. </identifier><recordID>1845</recordID></dc>
language eng
format Thesis:Thesis
Thesis
PeerReview:NonPeerReviewed
PeerReview
Book:Book
Book
author Ubaidillah, David
title Analisis putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perselisihan dan pertengkaran sebagai alasan perceraian (studi putusan Mahkamah Konstitusi nomor 38/PUU-IX/2011)
publishDate 2013
topic 297.577 Marriage and family life
346 Private law
url https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/1/092111026_Coverdll.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/2/092111026_Bab1.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/3/092111026_Bab2.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/4/092111026_Bab3.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/5/092111026_Bab4.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/6/092111026_Bab5.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/7/092111026_Bibliografi.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/1845/
contents Secara konstitusional menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, maupun Pasal 1 Ayat (3) huruf b UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, menyebutkan secara tegas bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945. Satu hal yang penulis jumpai mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi kaitannya dengan peradilan agama adalah ketika Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang diajukan oleh Halimah Agustina seorang warga Menteng, khususnya mengenai ketentuan Pasal 39 ayat (2) huruf f Perkawinan yang dipandang merugikan hak konstitusional Pemohon seperti yang dijamin di dalam konstitusi terutama Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah: 1) Bagaimana putusan MK mengenai Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 2) Bagaimana analisis hukum islam mengenai putusan MK No. 38/PUU-IX/2011. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research), teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentatif. Sumber data primernya adalah putusan MK No. 38/PUU-IX/2011. Adapun metode pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan secara yuridis normatif dengan peraturan Perundang-undangan dan pertimbangan para hakim dalam memutuskan putusan tersebut. Jenis pendekatan ini adalah pendekatan hukum normatif yaitu pendekatan hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (dokumen) dan data sekunder. Dalam menganalisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Atas usulan judicial review UU Perkawinan tersebut, Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor 38/PUU-IX/2011 menolak permohonan Halimah Agustina. Pada bagian pendirian Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa, Negara bukan hanya berwenang mengatur (bevoeg te regel), tetapi justru memiliki kewajiban untuk mengatur (verpelich te regel). Menurut Mahkamah dalil Pemohon tersebut tidak tepat dan tidak benar karena Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 tersebut merupakan ketentuan mengenai affirmative action dan tidak mengurangi kebebasan, namun peraturan tersebut bertujuan dalam rangka kepentingan nasional atau kepentingan masyarakat luas, yakni agar pelaksanaan hak konstitusional seseorang tidak mengganggu hak konstitusional orang lain. MK dalam memutus perkara sudah seharusnya dalam putusannya memberikan ruang gerak dan keadilan bagi suami-isteri yang dalam keadaannya tidak mungkin bisa disatukan lagi dalam satu ikatan perkawinan. Putusnya perkawinan dengan lembaga perceraian atau dengan putusan pengadilan dalam prespektif hukum substansinya adalah wujud dari peninjauan kembali terhadap persetujuan kedua belah pihak yang membentuk ikatan hukum yang disebut dengan perkawinan yang dimohonkan oleh salah satu pihak maupun kedua belah pihak kepada pengadilan. Dengan demikian maka sejatinya, putusan pengadilan yang menyatakan putusnya tali perkawinan merupakan wujud nyata dari prespektif hukumnya.
id IOS2754.1845
institution Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
affiliation ptki.onesearch.id
institution_id 53
institution_type library:university
library
library Perpustakaan UIN Walisongo Semarang
library_id 93
collection Walisongo Repository
repository_id 2754
subject_area Systems, Value, Scientific Principles/Sistem-sistem dalam Agama, Nilai-nilai dalam Agama,
Islam/Agama Islam
Philosophy and Theory of Social Science/Filsafat dan Teori Ilmu-ilmu Sosial
city SEMARANG
province JAWA TENGAH
repoId IOS2754
first_indexed 2016-11-12T03:47:33Z
last_indexed 2022-09-12T06:32:55Z
recordtype dc
_version_ 1765821475744382976
score 17.538404