Akta nikah sebagai bukti perkawinan dalam konsep maslahah
Daftar Isi:
- Perkawinan dapat dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan. Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah kawin bawah tangan/nikah sirri. Bagi mereka yang tidak mencatatkan perkawinan dianggap tidak sah di mata hukum dan juga tidak mendapat akta nikah sebagai bukti otentik sahnya suatu perkawinan. Seiring dengan berjalannya waktu secara otomatis bermunculan problem-problem baru yang harus segera dicarikan solusi hukumnya. Salah satunya pencatatan perkawinan dalam bentuk akta nikah sebagai legalitas sebuah perkawinan. Dalam hukum Islam tidak mengenal istilah akta nikah, perkawinan dianggap sah apabila sudsah memenuhi syarat dan rukun pernikahan. Dilihat dari sisi manfaat akta nikah sangat diperlukan dan merupakan ketentuan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh warga Indonesia. Penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana status akta nikah sebagai bukti perkawinan menurut hukum Islam dan dalam konsep maslahah. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian library research (penelitian kepustakaan), maka sumber data terdiri dari data primer dan data skunder. Adapun dalam pengumpulan data penulis menggunakan teknik dokumentasi, yakni dengan mengumpulkan berbagai informasi dari buku-buku atau karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan. Dalam menganalisis, penulis menggunakan metode “deskriptif”, yakni berusaha menggambarkan, menganalisa serta menilai data yang terkait dengan permasalahan. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa hukum Islam tidak dikenal istilah pencatatan perkawinan atau akta nikah. Secara eksplisit memang tidak satupun nash baik al-Qur’an maupun hadis yang menyatakan keharusan adanya pencatatan perkawinan. Akan tetapi dalam kondisi seperti sekarang ini, pencatatan perkawinan merupakan sebuah kemestian, karena banyak sekali mudharat yang akan timbul jika tidak ada pencatatan. Akan tetapi kalau berdasarkan landasan yang diqiyaskan dalam ayat mudayanah yang termaktub dalam QS. Al-Baqarah 228 yang mengisyaratkan adanya pencatatan sebagai bukti otentik sangat diperlukan untuk menjaga kepastian hukum. Dilihat dari kebaikan atau maslahah yang muncul karena adanya pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, sekalipun secara formal tidak ada ketentuan nash baik dalam al-Qur’an maupun hadis yang memerintahkannya, akan tetapi kandungan maslahatnya besar sekali dan sejalan dengan ketentuan syara’ yang ingin mewujudkan kemaslahatan dan mencegah segala kemudaratan atau mafsadat. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pencatatan perkawinan merupakan ketentuan yang perlu diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak karena memiliki landasan yang kokoh yaitu maslahah.