Analisis putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor: 10/Pid.Sus-Tpk/2021/PT Dki tentang tindak pidana korupsi menurut hukum pidana Islam

Main Author: Latifah, Rani Nur
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2022
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/17932/1/Skripsi_1802026080_Rani_Nur_Latifah.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/17932/
Daftar Isi:
  • Keberadaan korupsi menjadi ancaman bagi setiap negara karena membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat serta pembangunan sosial ekonomi dan politik bahkan merusak nilai-nilai demokratis dan moralitas suatu bangsa. Lembaga yudikatif yang seharusnya menjadi pengawal, pengawas, dan pemantau proses berjalannya UUD dan hukum yang ada di Indonesia malah ikut terjerat dalam pusaran korupsi. Hal itu terlihat dalam kasus yang menimpa mantan Jaksa Pinangki yang terjerat korupsi karena menerima suap sebesar USD450.000 dari Joko Soegiarto Tjandra. Kasus ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat sebab majelis hakim tingkat banding memotong masa hukuman Terdakwa dengan alasan gender padahal diketahui bahwa pelaku ialah aparatur penegak hukum. Sehingga timbullah pertanyaan: Bagaimana dasar pertimbangan hakim terhadap tindak pidana korupsi dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 38/PID.SUS-TPK/2020 PN JKT.PST dan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI? Bagaimana analisis Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI tentang tindak pidana korupsi menurut hukum Islam? Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan yuridis-normatif sehingga menghasilkan data yang deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan library research untuk mendapatkan bahan dan kajian teoritis yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan hukuman selama 10 (sepuluh) tahun penjara dan denda Rp. 600.000.000,- telah sah dan sesuai karena terdakwa terbukti melanggar pasal yang didakwakan. Sedangkan pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengurangi hukuman terdakwa menjadi 4 (empat) tahun penjara dan denda Rp. 600.000.000,- tidak tepat karena majelis hakim mengabaikan status terdakwa sebagai APH dan tidak menerapkan asas equality before the law sebab lebih mengutamakan status terdakwa sebagai ibu dan wanita yang harus dilindungi. Kedua, menurut HPI terdakwa dikenai hukuman berupa jarimah takzir dengan hukuman penjara selama 10 (sepuluh) tahun, hukuman perampasan barang dan penggantian uang yang telah digunakan serta hukuman tambahan berupa kerja sosial untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan tindakan preventif bagi orang lain.