Pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i tentang hukuman tindak pidana pembunuhan orang tua terhadap anaknya
Main Author: | Almaulidyah, Siti Fatimah |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/15990/1/1602026046_SITI%20FATIMAH%20ALMAULIDYAH_SKRIPSI%20FULL%20-%20Fatimah%20Almaulidyah.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/15990/ |
Daftar Isi:
- Syarat-syarat qishas yang ditetapkan oleh jumhur, terdapat perbedaan dalam poin korban bukan bagian dari pelaku pembunuhan, Imam Malik berpendapat orang tua yang membunuh anaknya dengan sengaja tetap dihukum qishas sedangkan Imam Syafi’i berpendapat dihukum diyat. Atas dasar hal inilah penulis tertarik untuk mengetahui latar belakang apa yang menjadi perbedaan antara Imam Malik dan Imam Syafi’i, maka tujuannya adalah untuk mengetahui pendapat dan dasar istinbath yang digunakan oleh Imam Malik dan Imam Syafi’i mengapa terjadi perbedaan antara keduanya. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang mana data yang diperoleh dari sumber data sekunder. Bahan utama: karya Imam Malik: al-Muwaththa’ dan karya Imam Syafi’i: al-Umm, sedangkan bahan pelengkap: karya ulama’ salaf, maupun ulama’ khalaf (kontemporer), serta buku-buku. Metode penelitian yang digunakan metode analisis kualitatif yang bersifat deskriptif komparatif dengan metode analisis isi dengan pendekatan sosio-historis yang digunakan untuk menganalisis dasar istinbath yang digunakan oleh Imam Malik dan Imam Syafi’i. Hasil temuan dari penelitian ini adalah 1) bahwa Imam Malik dan Imam Syafi’i berbeda pendapat, menurut Imam Malik orang tua yang membunuh anaknya dengan disengaja maka hukumannya qishas. Sedangkan menurut Imam Syafi’i baik dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja maka hukumannya adalah diyat mughalladzah. Dan 2) terdapat persamaan yaitu keduanya menggunakan dasar istinbath hadits yang telah diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, sedangkan perbedaannya, Imam Malik berpendapat bahwa orang tua yang dengan sengaja membunuh anaknya maka tetap dihukum qishas sesuai dengan keumuman nash tentang qishas, sedangkan Imam Syafi’i menggunakan dasar istinbath hadits riwayat Ibnu ‘Abbas.