Analisis hukum Islam tentang praktik sewa menyewa tanah aset desa dengan sistem gangsur studi kasus Desa Buntet, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon

Main Author: Firdaus, Fajar Muhammad Andhika
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/15934/1/SKRIPSI_1602036070_FAJAR_MUHAMMAD_ANDHIKA_FIRDAUS%3B.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/15934/
Daftar Isi:
  • Sewa menyewa tanah aset desa di Desa Buntet menggunakan sistem Gangsur, sewa menyewa tanah aset desa dengan sistem gangsur merupakan sewa menyewa yang pada praktiknya pihak penyewa membayar lunas biaya sewa tanah kepada pemerintah desa namun penyewa harus menunggu 3 sampai 4 bulan untuk bisa mengolah tanah sewaanya,selain itu tanggung jawab pembersihan lahan yang masih terdapat tunggak (sisa-sisa tanaman) oleh penyewa sebelumnya dibebankan kepada penyewa dengan menggunakan biaya sendiri. praktik sewa menyewa tanah aset desa dengan sistem gangsur di Desa Buntet sudah berlangsung sejak lama dan sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Faktor penyebab sewa menyewa tanah aset Desa dengan sistem Gangsur di Desa Buntet Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon? 2) Bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap praktik sewa menyewa tanah aset desa dengan sistem gangsur di Desa Buntet Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon? Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research). Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan sumber data yang didapatkan dari pemerinatah desa dan masyarakat yang terlibat. Data diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara, dokumentasi dan Observasi. Analisis data ini menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa; 1) Faktor ekonomi yang mengharuskan masyarakat melakukan praktik sewa menyewa tanah dengan sistem gangsur antara lain; Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari, hari, menyewa tanah dengan harga murah, biaya sekolah anak, tidak mempunyai lahan. Adapun faktor terjadinya penyandaran waktu dalam sewa menyewa tanah aset desa dengan sistem gangsur ialah faktor administrasi keuangan, faktor antusias masyarakat, selain itu ada faktor yang juga memnyebabkan pembebanan tanggung jawab pembersiahan lahan kepada masyarakat pada sewa menyewa tanag aset desa dengan sistem gangsur yaitu faktor keuangan pemerintah Desa 2) pada dasarnya kegiatan sewa menyewa tersebut memiliki hukum makhruh, dengan alasan menyandarkan manfaat pengelolaan tanah dan hak pembersihan tunggak (sisa-sisa tanaman) dilimpahkan kepada penyewa dengan biaya sendiri, hal ini menyebabkan penyewa merugi. Kedua dalam rukun ijarah objek sewa bisa diserahkan secara langsung ketika berakad, dan pembersihan tunggak (sisa-sisa tanaman) dilimpkan kepada penyewa. Ketiga penulis menyarankan apabila praktik sewa menyewa tanah aset desa dengan sistem gangsur tetap dilaksanakan, kedua belah pihak harus memenuhi rukun dan syarat ijarah, masa tunggu pemanfaatan tanah dipersingkat 1 sampai 2 bulan saja dan tanggung jawab pembersihan tunggak di bagi dua antara penyewa dan pemerintah Desa.