Tinjauan Hukum Islam terhadap bagian harta gono gini istri yang bekerja analisis putusan No. 0877/Pdt.G/2018/PA.Jepr

Main Author: Fithroh, Isma Lailatul
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/15452/1/Skripsi%20Isma%202%20-%201602016157%20Isma%20Lailatul%20Fithroh.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/15452/
Daftar Isi:
  • Setelah terjadi perceraian dalam rumah tangga, harta bersama (harta gono gini) atau harta yang diperoleh dalam ikatan perkawinan baik dari pengusahaan suami maupun istri, seringkali menimbulkan perselisihan antara kedua belah pihak dalam pembagiannya. Siapa yang paling besar dalam memperoleh harta tersebut, harta campuran dan harta bawaan. Diantaranya; ketika suami bekerja namun istri tidak bekerja (menjadi ibu rumah tangga), ketika suami tidak bekerja namun istri bekerja, dan ketika suami bekerja dan istri juga bekerja. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penulis telah merumuskan beberapa pokok masalah yang akan menjadi pembahasan dalam skripsi ini. Adapun pokok permasalahan tersebut adalah: Bagaimana putusan hakim Pengadilan Agama Jepara No. 0877/Pdt.G/2018/PA.Jepr tentang pembagian harta gono gini? Dan Apakah putusan hakim Pengadilan Agama Jepara No. 0877/Pdt.G/PA.Jepr tentang pembagian harta goni gini sesuai dengan hukum Islam?. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan legis positivis, yang menyatakan bahwa hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang, selain itu konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa istri mendapatkan bagian harta bersama lebih besar daripada suami, majelis hakim Pengadilan Agama Jepara dalam membagi harta bersama dengan landasan dari rasa keadilan. Dengan memutus 70% untuk istri dan 30% untuk suami. hal ini sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 229 bahwa hakim harus berkeadilan dalam memutus suatu permasalahan. Dalam hukum positif, suami yang berkewajiban memberi nafkah keluarga, namun dalam perkara ini istrilah yang mencukupi nafkah keluarga.