Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah tentang kelayakan ḥaḍanah (hak asuh) setelah ibu kawin lagi dan korelasinya dengan hukum perkawinan di Indonesia

Main Author: Saffana, Ilma Nuriana
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2021
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14783/1/1702016125_Shindiyang%20Nikmah%20Aulia_Full%20Skripsi%20-%20Shindiyang%20Nikmah%20Aulia.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14783/
Daftar Isi:
  • Ḥaḍānah atau hak asuh anak merupakan suatu hak yang perlu dijaga bagi keluarga yang telah memilki anak, terutama jika terjadi perceraian, maka yang lebih berhak mengasuh anak adalah ibunya. Akan tetapi, ada perbedaan yang mendasar diantara pendapat jumhur ulama’ dan Ibnu Qayyim, jika ibunya kawin lagi. Perbedaan mendasar tersebut adalah didasarkan pada Ḥadiṡ terutama kalimat أَنْتِ أَحَقُّ بِهِ مَا لَمْ تَنْكِحِي “kamu lebih berhak terhadapnya selama kamu belum kawin”. Menurut pendapat jumhur ulama’ (Abu Hanifah, al-Syafi’i dan Ahmad) bahwa, jika ibunya kawin lagi dengan laki-laki lain, maka gugurlah hak ibu untuk mengasuh anaknya secara mutlak, sebagaimana Ḥadiṡ tersebut di atas. Akan tetapi, menurut pendapat Ibnu Qayyim dalam memahami Ḥadiṡ di atas, meskipun ibunya kawin lagi dengan laki-laki lain, tidak serta merta gugur hak asuh terhadap anaknya. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pendapat dan istinbaṭ hukum Ibnu Qayyim al-Jauziyyah tentang kelayakan hak ḥaḍānah setelah ibu kawin lagi, dan untuk mengetahui dan menganalisis korelasi pendapat Ibnu Qayyim al-Jauziyyah tentang kelayakan hak ḥaḍānah setelah ibu kawin lagi dalam hukum perkawinan di Indonesia. Jenis penelitian ini yaitu penelitian perpustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan yuridis normative. Sumber hukum primer yaitu, kitab karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah yang berjudul Zad al-Ma’ad fī Hadyī Khair al-‘Ibād. Sedangkan sumber data sekunder, diantaranya kitab Fiqh al-Sunnah karya Sayyid Sabiq, kitab Al-Muhalla karya Ibnu Hazm, dan kitab Al-Hawi al-Kabir karya al-Mawardi. Adapun metode yang digunakan adalah deskriptif analitik, yaitu berpikir untuk menganalisis data yang bersifat deskriptif analitik yang menggambarkan pemikiran-pemikiran yang rasional, sehingga tercapailah sebuah analisis data yang memiliki nilai empiris-normatif. Hasil temuan dalam penulisan skripsi ini adalah: Ibnu Qayyim berpendapat, bahwasannya ibu masih layak atau berhak untuk mengasuh anaknya walaupun ia telah kawin lagi, alasannya bahwa pendidikan ibulah yang lebih baik dari pada siapapun yang mengasuhnya dan kasih sayangnyapun lebih besar dari siapapun. Ia menggunakan konsep maṣlaḥat yaitu Ḍarūriyyah al-Khamsa dan ia kembangkan menjadi 7 salahsatunya memperhatikan pendidikan. Sedangkan pendapat Ibnu Qayyim korelasinya dengan hukum perkawinan di Indonesia adalah sesuai dengan dengan Kompilasi Hukum Islam pada pasal 105 point a menyatakan bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya dan Undang-Undang Perkawinan terbaru Nomor 16 Tahun 2019 pasal 45 menyebutkan; kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Meskipun secara keseluruhan Kompilasi Hukum Islam telah memasukan kandungan dalil-dalil al-Sunnah, tetapi Kompilasi Hukum Islam sendiri belum menjelaskan bagaimana waktu gugurnya hak ḥaḍānah secara terperinci dan jelas. Dalam konteks hukum perkawinan di Indonesia terutama pada era 4.0 pendapat Ibnu Qayyim inilah yang sesuai dan dapat diterapkan aturan bakunya terhadap kodifikasi hukum perkawinan di Indonesia.