Daftar Isi:
  • Praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung Kel. Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen merupakan bentuk akad ijarah antara pemilik sawah dengan buruh tani. Ketika musim panen tiba pemilik sawah meminta buruh tani untuk memanenkan padi di sawah. Upah yang mereka peroleh bukanlah berupa uang melainkan berupa padi yang berbeda harganya, tergantung jenis dan musimnya. Keseluruhan hasil panen ditimbang, kemudian dibagi delapan, dan seperdelapannya itu upah diberikan untuk buruh tani. Jika sawah mendapatkan hasil padi yang banyak maka mereka mendapatkan upah yang banyak pula, tetapi jika hasil padinya sedikit, merekapun mendapatkan upah sedikit juga. Selain itu, Tergantung juga dengan jumlah buruh tani yang memanennya. Karena seperdelapan dari hasil panen tadi dibagi dengan jumlah buruh tani yang ada. Melihat fenomena ini, penulis tertarik untuk menelitinya dengan mengacu kepada pokok masalah sebagai berikut; Bagaimana praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen? Dan Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen? Skripsi ini menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi dalam pengumpulan datanya. Sedangkan untuk menganalisis data yang telah terkumpul, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yakni sebuah metode yang dipakai untuk menggambarkan secara obyektif pelaksanaan pengupahan buruh tani dengan akad Bawon di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong Kab. Sragen. Setelah memperoleh gambaran praktek pengupahan dengan akad Bawon kemudian dianalisis menurut pandangan hukum islam kaitannya dengan teori Ijarah. Dari hasil penelitian, penulis menemukan bahwa praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon yang dilakukan di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen ini sudah menjadi tradisi. Dari pembayaran upah, diawal akad tidak diketahui nominal upahnya berapa. Walaupun nampaknya pembayaran upahnya mengandung unsur ketidakjelasan karena belum diketahui berapa jumlah keseluruhan hasil panennya. Namun pemilik sawah sudah dapat memperkirakan hasil panen yang akan diperoleh dan berapa banyak upah yang harus diberikan dan buruhpun telah rela atas upah yang diberikan. Mereka tidak terpaksa dan bukan karena keterpaksaan. Maka upah buruh tani dengan hasil panen ini dibolehkan dalam hukum Islam.