Analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt Utr. tentang tindak pidana penodaan agama

Main Author: Fillaily, Alhilyatuz Zakiyah
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2021
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14142/1/1402026108_Alhilyatuz%20Zakiyah%20F_Lengkap%20Tugas%20Akhir%20-%20hilya%20merayakanmakna.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14142/
Daftar Isi:
  • Tindak pidana penodaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 1573/Pid.B/016/PN.Jkt Utr melebihi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari satu tahun dan percobaan dua tahun, menjadi dua tahun penjara. Putusan bersifat ultra petitum, dijerat dengan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Adanya jeda waktu antara peristiwa dengan pelaporan tindak pidana penodaan agama, memberikan jarak antara perbuatan dan respon publik. Ahok diproses hukum setelah muncul ujaran kebencian dan penghakiman atas apa yang dilakukannya, yang tersebar di media sosial. Kondisi itu memicu aksi demonstrasi bsesar-besaran yang mendesak hakim untuk segera mengkriminalisasi Ahok. Penelitian ini memiliki dua pokok permasalahan yaitu; Apa analisa dasar pertimbangan hakim dalam kasus Ahok? dan Bagaimana analisa hukum pidana Islam tentang tindak pidana penodaan agama yang dilakukan Ahok? Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif normatif dengan melakukan pendekatan pada perundang-undangan (statute approach). Penelitian ini juga bersifat deskriptif yang berupa dokumen putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt Utr, Pasal 156 KUHP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa; Pertama, pertimbangan hakim dalam menggali kasus Ahok cenderung melihat bahwa Ahok adalah seorang pejabat publik. Hukuman Ahok yang bersifat ultra petitum, melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dalam putusan, hakim tidak mempertimbangkan sikap Ahok yang telah meminta maaf kepada publik dan menyatakan tidak berniat melakukan penodaan agama. Kedua, dalam hukum pidana Islam aturan tentang penodaan agama terdapat dalam Alquran dan hadist, yang memunculkan dua katagori hukuman berupa azab dari Allah SWT dan hukuman hadd bagi seorang muslim berubah menjadi kafir (takfir) dan nonmuslim berubah murtad (riddah). Diantara keduanya hukuman yang tepat adalah takzir, jika penodaan agama menimbulkan permusuhan di dunia, jika sebaliknya cukup dengan hukuman akhirat. Ketiga, kasus yang terjadi pada Ahok diiringi dengan derasnya ujaran kebencian yang muncul terhadapnya. Tetapi sulit dibuktikan karena ujaran kebencian tidak diatur dalam KUHP atau undang-undang, dan dalam hukum pidana Islam juga tidak secara rinci dijelaskan. Maka, hukumannya bersandar pada takzir.