Analisis pendapat Ibnu Taimiyyah dalam kitab Majmu’ah Fatawa tentang sanksi pidana menyetubuhi hewan

Main Author: Azizi, Muhammad Rifqi
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14006/1/1402026005_Muhammad%20Rifqi%20Azizi_Full%20Skripsi%20-%20Rifqi%20Azizi.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14006/
Daftar Isi:
  • Ibnu Taimiyyah merupakan seorang yang ahli dalam bidang keilmuan, beliau dilahirkan di kota Harran (Turki) pada awal tahun 661 H bertepatan pada 12 Januari 1263 M dan wafat pada tahun 12 Dzulqo’dah 728 H bertepatan 26 September 728 M pada usia 67 tahun. Dalam menetukan hukum bagi pelaku atas tindak pidana menyetubuhi hewan, Ibnu Taimiyyah mengemukakan bahwa had untuk hukuman menyetubuhi hewan, baik pelaku yang menyetubuhi maupun hewan yang disetubuhi, ialah hukuman mati. Segala penetapan hukum haruslah membawa kemaslahatan bagi umat manusia.Termasuk juga hukuman bagi pelaku tindak pidana menyetubuhi hewan. Kajian skripsi ini akan menganalisis pendapat Ibnu Taimiyyah tentang sanksi pidana menyetubuhi hewan. Untuk menjelaskan permaslahan tersebut dapat penulis tarik rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pendapat Ibnu Taimiyyah tentang sanksi tindak pidana menyetubuhi hewan? 2) Bagaimana istinbaṭ hokum Ibnu Taimiyyah tentang sanksi pidana menyetubuhi hewan? Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dimana data yang digunakan diperoleh dari sumber data primer dan sekunder.Adapun sumber data primer yaitu kitab Majmu’ah Fatwa.Sedangkandata skunder sebagai pelengkap yaitu data yang digunakan sebagai pendukung dalam penelitian skripsi ini, yaitu kitab-kitab fiqih yang terkait.Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Hasil temuan dari penelitian ini adalah 1) Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Majmu’ah Fatawa berpendapat bahwa orang yang melakukan tindak pidana menyetubuhi hewan wajib dibunuh, begitu pula hewannya.Persetubuhan dengan hewan ini merupakan perbuatan yang keji, bahkan perbuatan ini telah melawan sunnatullah atau qodratnya sebagai manusia yang telah diciptakan pasangannya sendiri oleh Allah, yaitu laki-laki dengan perempuan. Kemudian dari perbuatan ini menimbulkan banyak penyakit. 2)Istinbaṭ hukum yang digunakan oleh Ibnu Taimiyyah dalam memberikan sanksi kepada pelaku menyetubuhi hewan adalah hadits. Melalui analisa bayani jenis lafadz dari segi petunjuknya dalam konstruksi istinbaṭ hukum, hadits tersebut menyatakan bahwa setiap orang yangmelakukan peersetubuhan dengan hewan, maka ia harus dibunuh. Dalam hal ini tidak ada pengecualian untuk status muhsan maupun ghairu muhsan, semuanya dijatuhi hukuman mati, begitu pula hewannya harus dibunuh juga. Hal ini disyari’atkan oleh Rasulullah SAW, dikarenakan Rasulullah tidak menghendaki apabila seseorang memakan daging hewan yang pernah disetubuhi oleh manusia.