Daftar Isi:
  • Tasawuf merupakan bentuk pemaknaan terhadap hadits Rasulullah tentang ihsan. Syaikh Abdul Qadir mengemukakan, Tasawuf diambil dari kata ash-shafa yang bermakna suci. Hati disucikan dari makanan halal, dengan ma’rifat secara sungguh-sungguh dan benar kepada Allah. Seorang sufi yang benar didalam tasawufnya akan mensucikan hatinya dari segala sesuatu selain Allah. Ia tidak menjelekkan baju, menguningkan wajah, dan lain-lain dengan maksud menghinakan diri pada dunia. Akan tetapi, seorang sufi akan datang dengan kejujurannya dalam mengharap Allah, dengan zuhudnya tarhadap dunia, dengan mengeluarkan makhluk dari dalam hatinya, dan dengan mengosongkan diri dari segala sesuatu selain dari Allah. Demi menggapai Ma’rifatullah yang sesungguhnya. Untuk dapat mengetahui lebih mendalam perlu diadakanya penelitian,yang sekaligus gambaran di atas menjadi latar belakang dan urgensitas penelitian ini. Adapun pokok masalahnya adalah mempertanyakan bagaimana Konsep dan cara Ma’rifat menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Studi ini mengangkat tema: Konsep Ma’rifat Menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) Dengan pendekatan kualitatif, Data digali dengan mengeksplorasi dan mengidentifikasi pemikiran Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dalam kitab Sirrul Asrar. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode konten analisis (Analisis isi). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ditemukan sebagai berikut: (1). Menurut Syaikh Abdul Qadir, pada hakikatnya Ma’rifat adalah mengenal Allah dengan segala sifat, Zat, dan juga mengenali makhluk-makhluk-Nya sekaligus mengimaninya. Pendapat ini cenderung berpihak pada pendapatnya Asy’ariyah. Ketika seorang pada kondisi ma’rifat, hanya sampai pada level fana semata.(2). Seorang pencari kesadaran ilahiyah, haruslah melewati maqamat-maqamat kenaikan rohani untuk dapat ber-ma’rifatullah. Menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani maqam-maqam yang harus dilewati seorang pencari kesadaran (mutasawwif) ilahiyah adalah maqam taubat, zuhud, tawakkal, syukur, dan rida yang selanjutnya adalah ma’rifatullah. Dengan menggunakan ma’rifat menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, diharapkan kekeringan jiwa manusia dapat terisi dengan spiritualitas, untuk memenuhi kebutuhan batin manusia dan sekaligus sebagai sarana dalam mewujudkan manusia yang seutuhnya, yang konsisiten dengan prinsip equilibrium dalam Islam.