Analisis pendapat Ibn Hazm tentang iddah bagi wanita akibat fasakh

Main Author: Rahmawati, Intan Aushafita
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2021
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/13613/1/Revisi%20Intan%20Aushafita%20%281402016132%29%20-%20Intan%20Shasha.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/13613/
ctrlnum 13613
fullrecord <?xml version="1.0"?> <dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><relation>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/13613/</relation><title>Analisis pendapat Ibn Hazm tentang iddah bagi wanita akibat fasakh</title><creator>Rahmawati, Intan Aushafita</creator><subject>297.577 Marriage and family life</subject><description>Ibn &#x1E24;azm adalah seorang tokoh besar intelektual muslim Spanyol yang produktif dan jenius. Ia salah seorang ulama dari golongan &#x1E92;ahiri yang sangat terkenal pemikirannya yang tekstual terhadap dalil al-Qur&#x201F;an maupun hadis Nabi saw. Demikian hal-nya dalam berpendapat tentang konsekuensi fasakh dalam pernikahan. Dalam pernikahan terdapat dua jenis perpisahan, yaitu perpisahan pembatalan dan perpisahan talak. Perpisahan pernikahan salah satunya yaitu karena fasakh. Bahkan Ia mengatakan, bahwa semua jenis fasakh, baik dalam pernikahan yang sah dan atau akad fasad tidak ada masa iddah bagi-nya. Lain hal- nya menurut mayoritas ulama, iddah tetap wajib dipenuhi bagi seorang wanita sebab fasakh, karena fasakh termasuk salah satu sebab putusnya pernikahan.&#xD; Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :&#xD; 1. Bagaimana argumentasi Ibn Hazm tentang Iddah Bagi Wanita Akibat Fasakh?.&#xD; 2. Bagaimana Relenvansi Pendapat Ibn Hazm tentang Iddah Bagi Wanita Akibat Fasakah dengan Konteks Hukum di Indonesia?.&#xD; Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber sekunder maupun sumber data pelengkap lainnya. Sumber data sekunder yaitu kitab Al-Mu&#x1E25;all&#x101; karya Ibn &#x1E24;azm, Undang-undang tentang perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam. Sumber data pelengkap lainnya, yaitu kitab-kitab fikih maupun buku-buku dan lain sebagainya yang terkait dengan tema penelitian.&#xD; Hasil penelitian ini menyimpulkan, 1.Ibn &#x1E24;azm menyatakan, bahwasannya iddah tidak berlaku bagi pernikahan fasakh, misalnya pernikahan seorang lelaki dengan perempuan yang masih ada hubungan ra&#x1E0D;&#x101;&#x2019;ah (sepersusuan), keduanya murtad dan atau salah satunya. Oleh kareanya, iddah hanya berlaku bagi pernikahan yang putus akibat seorang wanita yang meminta berpisah dengan suaminya (khuluk) dan atau seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya (cerai mati) dan atau cerai hidup. Argumentasi atas pendapatnya tersebut didasarkan al-Qur&#x201F;an surah al-Mumta&#x1E25;anah ayat 10, hadis riwayat Im&#x101;m Bukh&#x101;r&#x12B; serta berdasarkan &#x201C;dalil&#x201D;, yakni sesuatu yang diambil dari ijma&#x201F; atau dari na&#x1E63;. Oleh karenanya, berdasarkan nas tersebut (al-Qur&#x201F;an dan hadis), Allah Swt tidak mewajibkan iddah akibat pernikahan fasakh, sehingga tidak diperbolehkan menganalogikan &#x201C;fasakh nikah dengan talak&#x201D;, karena menurutnya talak tidak akan terjadi kecuali atas kehendak suami dan diharuskan menggunakan kalimat talak, sementara fasakh muncul bukan dari perkataan suaminya. 2. Pendapatnya Ibn Hazm ini apabila direlevansikan dengan konteks hukum di Indonesia, maka pendapatnya tersebut tidak relevan, sebab dalam Pasal 8, Undang-undang No. 1 Tahun 1984, desebutkan bahwa perkawinan batal apabila ; &#x201E;1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas; 2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya, 3. Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan, saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan, dan 4. Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan istri atau istri-istrinya. Oleh karenanya, konsekuensi dari batalnya pernikahan ini mewajibkan iddah sesuai dengan Pasal 153 ayat 1.</description><date>2021-06-14</date><type>Thesis:Thesis</type><type>PeerReview:NonPeerReviewed</type><type>Book:Book</type><language>eng</language><rights>cc_by_nc_nd_4</rights><identifier>https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/13613/1/Revisi%20Intan%20Aushafita%20%281402016132%29%20-%20Intan%20Shasha.pdf</identifier><identifier> Rahmawati, Intan Aushafita (2021) Analisis pendapat Ibn Hazm tentang iddah bagi wanita akibat fasakh. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo. </identifier><recordID>13613</recordID></dc>
language eng
format Thesis:Thesis
Thesis
PeerReview:NonPeerReviewed
PeerReview
Book:Book
Book
author Rahmawati, Intan Aushafita
title Analisis pendapat Ibn Hazm tentang iddah bagi wanita akibat fasakh
publishDate 2021
isbn 281402016132
topic 297.577 Marriage and family life
url https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/13613/1/Revisi%20Intan%20Aushafita%20%281402016132%29%20-%20Intan%20Shasha.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/13613/
contents Ibn Ḥazm adalah seorang tokoh besar intelektual muslim Spanyol yang produktif dan jenius. Ia salah seorang ulama dari golongan Ẓahiri yang sangat terkenal pemikirannya yang tekstual terhadap dalil al-Qur‟an maupun hadis Nabi saw. Demikian hal-nya dalam berpendapat tentang konsekuensi fasakh dalam pernikahan. Dalam pernikahan terdapat dua jenis perpisahan, yaitu perpisahan pembatalan dan perpisahan talak. Perpisahan pernikahan salah satunya yaitu karena fasakh. Bahkan Ia mengatakan, bahwa semua jenis fasakh, baik dalam pernikahan yang sah dan atau akad fasad tidak ada masa iddah bagi-nya. Lain hal- nya menurut mayoritas ulama, iddah tetap wajib dipenuhi bagi seorang wanita sebab fasakh, karena fasakh termasuk salah satu sebab putusnya pernikahan. Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana argumentasi Ibn Hazm tentang Iddah Bagi Wanita Akibat Fasakh?. 2. Bagaimana Relenvansi Pendapat Ibn Hazm tentang Iddah Bagi Wanita Akibat Fasakah dengan Konteks Hukum di Indonesia?. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber sekunder maupun sumber data pelengkap lainnya. Sumber data sekunder yaitu kitab Al-Muḥallā karya Ibn Ḥazm, Undang-undang tentang perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam. Sumber data pelengkap lainnya, yaitu kitab-kitab fikih maupun buku-buku dan lain sebagainya yang terkait dengan tema penelitian. Hasil penelitian ini menyimpulkan, 1.Ibn Ḥazm menyatakan, bahwasannya iddah tidak berlaku bagi pernikahan fasakh, misalnya pernikahan seorang lelaki dengan perempuan yang masih ada hubungan raḍā’ah (sepersusuan), keduanya murtad dan atau salah satunya. Oleh kareanya, iddah hanya berlaku bagi pernikahan yang putus akibat seorang wanita yang meminta berpisah dengan suaminya (khuluk) dan atau seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya (cerai mati) dan atau cerai hidup. Argumentasi atas pendapatnya tersebut didasarkan al-Qur‟an surah al-Mumtaḥanah ayat 10, hadis riwayat Imām Bukhārī serta berdasarkan “dalil”, yakni sesuatu yang diambil dari ijma‟ atau dari naṣ. Oleh karenanya, berdasarkan nas tersebut (al-Qur‟an dan hadis), Allah Swt tidak mewajibkan iddah akibat pernikahan fasakh, sehingga tidak diperbolehkan menganalogikan “fasakh nikah dengan talak”, karena menurutnya talak tidak akan terjadi kecuali atas kehendak suami dan diharuskan menggunakan kalimat talak, sementara fasakh muncul bukan dari perkataan suaminya. 2. Pendapatnya Ibn Hazm ini apabila direlevansikan dengan konteks hukum di Indonesia, maka pendapatnya tersebut tidak relevan, sebab dalam Pasal 8, Undang-undang No. 1 Tahun 1984, desebutkan bahwa perkawinan batal apabila ; „1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas; 2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya, 3. Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan, saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan, dan 4. Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan istri atau istri-istrinya. Oleh karenanya, konsekuensi dari batalnya pernikahan ini mewajibkan iddah sesuai dengan Pasal 153 ayat 1.
id IOS2754.13613
institution Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
affiliation ptki.onesearch.id
institution_id 53
institution_type library:university
library
library Perpustakaan UIN Walisongo Semarang
library_id 93
collection Walisongo Repository
repository_id 2754
subject_area Systems, Value, Scientific Principles/Sistem-sistem dalam Agama, Nilai-nilai dalam Agama,
Islam/Agama Islam
Philosophy and Theory of Social Science/Filsafat dan Teori Ilmu-ilmu Sosial
city SEMARANG
province JAWA TENGAH
repoId IOS2754
first_indexed 2022-03-02T06:39:46Z
last_indexed 2022-09-12T06:36:14Z
recordtype dc
_version_ 1765821658413662208
score 17.13294