Daftar Isi:
  • Berawal dari hadits Nabi saw. yang menjelaskan mengenai tanda-tanda waktu shalat, salah satunya adalah Shalat Isya’ yang dimulai saat hilangnya al-syafaq. Para ulama fiqh saling berbeda pendapat dalam menafsirkan kata al-syafaq, terutama kalangan imam madzhab.Salah satu imam madzhab yang berbeda pendapat adalah Imam Syafi’i.Ia mengartikan kata al-syafaq dengan al-syafaq al-ahmar atau mega merah. Pendapat Imam Syafi’i ini tertuang dalam kitabnya al-Umm. Dari perbedaan pendapat ini peneliti menindaklanjuti pendapat Imam Syafi’i untuk dilakukan penelitian yang berhubungan dengan ilmu falak. Dari latar belakang tersebut, maka dari itu permasalahan yang peneliti angkat adalah: pertama, bagaimanakonsep al-syafaq menurut Imam Syafi’i?. kedua, bagaimana relevansi al-syafaq dengan ketinggian matahari sebagai tanda masuknya waktu Shalat Isya’?. Penelitian ini adalah penelitian field research dan bersifat kualitatif. Peneliti mengguanakan metode ini karena penelitian ini lebih mengarah kepada pengambilan data-data lapangan saat hilangnya mega merah. Maka dari itu peneliti melakukan observasi pada saat hilangnya mega merah di Pantai Tegalsambi Jepara sebagai upaya pencarian data dan peneliti jadikan sumber data primer disamping kitab al-Umm karya Imam Syafi’i. Adapun analisis yang peneliti gunakan adalah deskriptif analisis. Dengan analisis ini peneliti gunakan untuk menjelaskan data-data observasi maupun dari kitab al-Umm untuk mendapatkan sebuah kesimpulan. Peneliti juga menggunakan analisis verifikatif analisis untuk membuktikan pendapat Imam Syafi’i tentang hilangnya mega merah dengan nilai ketinggian matahari. Dari hasil observasi terhadap hilangnya mega merah di Pantai Tegalsambi, peneliti mengambil kesimpulan bahwa pendapat Imam Syafi’i mengenai kata al-syafaq yang bermakna al-syafaq al-ahmar atau mega merah sebagai tanda masuknya waktu Shalat Isya’ itu sesuai dengan keadaan alam dan ilmu astronomi. Karena saat matahari terbenam mega merah menghiasi ufuk barat, hal ini karena terjadi pembiasan cahaya. Semakin lama warna mega merah semakin meredup dan akhirnya warna merah digantikan dengan warna hitam. Pada saat itulah masuknya waktu Shalat Isya’. Adapun posisi matahari terbenam saat peneliti melakukan observasi di Daerah jepara, tepatnya di Pantai Tegalsambi adalah lebih dari -16 derajat dan kurang dari -17 derajat, dengan nilai rata-rata 16° 34’ 46.21”. Sehingga nilai ketinggian yang selama ini dipakai dalam penentuan awal waktu Isya’ yaitu -18 derajat peneliti anggap kurang relevan jika digunakan di daerah pantai, terutama di Pantai Tegalsambi dan sekitarnya. Peneliti menyarankan penggunaan ketinggian matahari -16 derajat + tinggi matahari terbenam dengan ditambah ikhtiyat 2 menit sebagai koreksi untuk digunakan dalam penentuan awal waktu Shalat Isya’ di Daerah Pantai Tegalsambi Jepara.